Pajak ikut memburu pelaku kartel pangan



JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk saling bertukar data. Dengan kerjasama ini, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak (Kemenkeu) akan bisa bertukar data dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) demi mendongkrak penerimaan negara.

Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Ketua KPPU, M. Syarkawi Rauf, pada Kamis (2/3).

KPPU yang punya wewenang untuk penyelidikan maupun penyidikian praktek perdagangan tidak sehat, bisa memberikan data perusahaan yang dicurigai untuk dilanjutkan penyelidikan celah kemplang pajak kepada Ditjen pajak. Selain itu, ketiga lembaga akan melakukan joint analisis data yang mereka punya.


Sri Mulyani mengaku diminta Presiden untuk melakukan pengawasan pajak yang lebih detil berdasarkan data yang sudah terintegrasi. “Dari data yang disampaikan kemudian kami lihat data perpajakan, disinilah masuknya peran perpajakan untuk menekan praktek kartel,”kata Sri Mulyani, Kamis (2/3).

Sri Mulyani bilang, ada komoditas pangan strategis yang harganya naik tinggi akibat praktik perdagangan tidak sehat alias kartel. Nah, tahun ini pemerintah akan tegas menekan dugaan kartel tersebut, terutama daging sapi.

Sri Mulyani menjabarkan, jumlah impor daging sapi beku dilakukan oleh 56 importir tahun 2015 adalah 44.673,9 ton. Tahun 2016, impor itu melonjak luar biasa tinggi 155.070,2 atawa naik lebih dari tiga kali lipat.

Dengan asumsi jumlah penduduk yang tak naik drastis, namun pasokan naik dua kali lipat, nyatanya harga daging sapi malah kian maha. Padahal dari Kementerian Perdagangan sudah membuka impor.

“Ini lah yang saya katakan bahwa perpajakan harus masuk. Apakah volume yang dilaporkan dalam dokumen impor konsisten dengan volume yang dilaporkan dalam dokumen pajaknya,” tegas Sri Mulyani.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf mengatakan, ada sebelas komoditas pangan strategis yang berpotensi ada permainan harga alias kartel. Kartel yang terjadi disebabkan oleh pemain usaha yang memang tidak banyak.

“Karakter persaingan usaha itu kan mengidentifikasinya mudah tinggal dilihat berapa jumlahnya, kalau terkonsentrasi kemungkinan kartel itu besar,” ujar Syarkawi.

Kendala yang terjadi selama ini, sulitnya pertukaran data yang dilakukan pelbagai lemabaga. Tapi dengan pertukaran data ini, dia berharap para pelaku kartel bisa diganjar selain denda maksimal kartel, tapi juga kena denda pajak.

“Saya kira denda maksimal saja tidak cukup, harus ada denda pajak biar bisa menekan kecurangan,” tegas Syarkawi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto