Pajak khusus penulis belum tuntas



KONTAN.CO.ID -  Awal September lalu, dua penulis, Tere Liye dan Dewi Dee Lestari mengungkapkan keresahannya soal tingginya pajak penulis lewat akun sosial media masing-masing. Tak lama setelah itu, giliran Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi keresahan dua penulis tersebut dan menggelar dialog perpajakan bagi penulis dan pekerja seni.

Dalam dialog itu, Sri Mulyani menjelaskan pengenaan pajak terhadap penulis maupun pekerja seni. Dia menandaskan, penulis dikenakan PPh Pasal 21 karena profesinya sebagai seniman dan PPh Pasal 23 atas honor atau royalti (lihat tabel).

Dia menyatakan, penerbit biasanya memberikan royalti ke penulis sudah termasuk pemotongan dua jenis PPh tadi. "Jadi waktu penulis menerima royalti dari penerbit sudah memotong dua pajak tadi, jelas Sri Mulyani dalam dialog di auditorium Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rabu (13/9) malam.


Ia berharap para penulis menyimpan bukti potongan dua PPh tersebut. Selain itu dalam potongan PPh Pasal 21 ada angka 50%. Itu merupakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN). Nah, pemerintah mematok NPPN bagi penulis dan pekerja seni sebesar 50%,

Besaran NPPN tersebut berasal dari prakiraan biaya yang dikeluarkan penulis dan pekerja seni lainnya. "Saya tahu angka ini pasti bakal ada perdebatan," tandasnya.

Penulis novel Supernova, Dewi Dee Lestari, menilai, besaran NPPN tersebut kurang merefleksikan profesi penulis dan tidak proporsional. "NPPN ini bisa direvisi, dan hanya menambah sedikit spesifikasi bahwa ada kategori penulis," katanya ke KONTAN, Rabu (13/9) malam.

Sebab pola pendapatan dan produksi profesi penulis berbeda dengan pekerja seni lain, seperti penyanyi atau aktor. Bahkan Ia menuturkan pola pendapatan dan produksi penulis lebih mirip petani.

Misalnya penulis memulai membuat karya hari ini. Nah, karya tersebut tidak langsung bisa dinikmati penulis, tapi perlu waktu yang cukup panjang. Ia perkirakan seorang penulis baru bisa menikmati jerih payah setelah memakan waktu 18 bulan.

Selain itu, pembayaran royalti dari penjualan buku tidak didapatkan secara bulanan atau kuartalan, melainkan per semester. Nah, dalam satu tahun berarti si penulis hanya mendapat uang royalti dua kali setahun. "Jadi mirip petani yang menikmati hasil panen," ucapnya.

Setelah dialog tersebut, Kementerian Keuangan dan para penulis sepakat untuk mengadakan pertemuan lebih lanjut untuk membahas soal kriteria pajak penulis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini