Pajak membidik aset tersembunyi Anda



KONTAN.CO.ID - Pemerintah punya senjata baru untuk mendongkrak penerimaan pajak tahun 2017 ini dan tahun 2018.

Lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2017 tentang Pajak Penghasilan atas Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan, lewat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, pemerintah akan lebih galak dalam menggaruk penerimaan dari para wajib pajak.

Lewat belied yang merupakan aturan turunan pasal 18 Undang-Undang No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak, aparat pajak akan menyasar pajak penghasilan (PPh) atas harta wajib pajak yang ikut amnesti pajak (tax amnesty) maupun wajib pajak yang tidak ikut program tersebut.


Yakni aset-aset yang belum mereka laporkan atau ungkapkan serta dianggap menjadi penghasilan tambahan.

Jika alpa melaporkan aset-aset itu, wajib pajak pribadi yang ikut amnesti pajak harus membayar tarif pajak sebesar 30%. Adapun wajib pajak badan, tarif berlaku 25%. Bagi wajib pajak yang tak memenuhi ketentuan pengalihan atau repatriasi harta akan kena tarif yang sama.

Tarif yang sama juga berlaku bagi wajib pajak yang tidak ikut amnesti. Atas harta bersih yang tak dilaporkan secara benar dalam surat pemberitahuan (SPT) PPh sebelum 1 Juli 2019, mereka harus membayar tarif 30% bagi wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan 25%. Sementara Wajib Pajak Usaha Menengah Kecim dan Mikro (UMKM), tarif nya12,5%.

Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Yunirwansyah menjelaskan, beleid ini adalah konsekuensi yang melekat atas terbitnya UU Pengampunan Pajak. Alhasil, sifatnya merata. "Hal yang khusus diatur adalah pembedaan tarif," ujarnya ke KONTAN, Selasa (19/9).

Yunirwansyah bilang, pengenaan pajak atas harta bersih tersebut bersifat final sehingga tidak dapat dijadikan uang muka pajak terhadap keseluruhan utang pajak.

Menurut dia, beleid ini untuk memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak yang selama ini patuh. "Kami berharap, ini akan akan meningkatkan compliance wajib pajak sehingga tax base menjadi lebih terukur, sustainable, dan meningkatkan penerimaan dalam jangka panjang," jelasnya.

Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam bilang, PP ini bersifat mendesak diterbitkan. Ditjen Pajak hanya punya waktu tiga tahun sejak UU Pengampunan Pajak berlaku untuk menemukan data atau informasi atas harta WP yang belum dilaporkan.

Kata dia, penegakan hukum penting agar ada persamaan perlakuan bagi wajib pajak yang patuh dengan yang nakal. "Ini jadi landasan hukum dari pemeriksaan pajak, bagian extra effort mengejar target pajak 2017," kata dia.

Hanya, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sidhi Widyapratama mempertanyakan dasar penetapan nilai harta yang akan dihitung aparat pajak, apakah memakai harga perolehan atau harga pasar. "Jika dengan harga pasar, tarif pajaknya tinggi sekali," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie