Pajak memburu non-peserta Tax Amnesty



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anda tak ikut program pengampunan pajak  atau tax amnesty  tahun 2016-2017 lalu? Bersiaplah. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan siap mengudak data-data pajak Anda. Pajak akan menyigi kepatuhan Anda dalam membayaran pajak. 

Lewat Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-14/ PJ/2018 yang keluar 19 Juli 2018, Ditjen Pajak menginstruksikan aparat nya memeriksa data-data wajib pajak. Pemeriksaan berlaku untuk seluruh wajib pajak.

Hanya, Dirjen Pajak Robert Pakpahan memerintahkan agar prioritas pemeriksaan tertuju kepada wajib pajak yang tak ikut program tax amnesty.


Pemeriksaan dengan membandingkan data harta wajib pajak yang belum terlaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak tahun 2015 dengan data yang dimiliki Ditjen Pajak.  "Kami punya data dari eksternal," imbuh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama kepada KONTAN, Minggu (29/7).

Pemeriksaan ini, kata Hestu, merupakan tindak lanjut pasca program pengampunan pajak. Ini juga sekaligus untuk menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) No 36/ 2017. PP itu mengamanatkan, harta yang belum masuk SPT maupun pengungkapan harta dalam program pengampunan pajak akan kena Pajak Penghasilan (PPh) tarif final.

Untuk wajib pajak badan kena tarif 25% dan  wajib pajak pribadi sebesar 30% dan wajib pajak tertentu yakni mereka yang memiliki penghasilan bruto maksimal Rp 4,8 miliar akan kena 12,5%.

Sedangkan wajib pajak peserta tax amnesty, pemeriksaan tertuju kepada kepatuhan pasca tahun pajak 2015. Artinya, dari profil yang mereka deklarasikan melalui amnesti pajak, aparat pajak ingin memastikan  pelaporan dan pembayaram pajak lebih baik untuk tahun 2016 dan ke depannya. Hanya, "Peserta amnesti pajak, data harta eksternal yang kami peroleh belum menjadi prioritas pengawasan dalam konteks penerapan PP 36/2017," tandas Hestu

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Herman Juwono menilai surat edaran itu sangat digdaya alias powerfull, namun sekaligus bisa menjadi abuse of power bagi aparat pajak

Menurut Herman, sistem pajak di Indonesia hingga saat ini masih menetapkan perhitungan berdasarkan self assesment,  tapi ujung-ujungnya pegawai pajak turun tangan memeriksa. Ini berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat pajak. "Bagi pemerintah oke, bisa kejar target pajak, tapi kondisi ekonomi belum bagus. Ambil nafas dulu lah," ujar dia.

Di tengah tantangan ekonomi global yang berat, sebaiknya pemerintah jangan membuat kebijakan yang tak bikin gaduh ke dunia bisnis.

Poin Penting SE- 14/ PJ/2018 DJP

No. Poin Keterangan
1 3 huruf d Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan penyandingan diketahui bahwa harta WP diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, Account Representative (AR) menuangkan hasil penelitian dan penyan dingan itu dalam Lembar Pengawasan Wajib Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak
2  3 huruf e Lembar Pengawasan itu bisa ditindaklanjuti dengan pemeriksaan atau  tidak ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan Lembar Pengawasan diarsipkan
3 3 huruf g dan h Dalam hal WP yang diusulkan pemeriksaan belum memiliki NPWP maka dapat terlebih dahulu diterbitkan NPWP secara jabatan dan dapat ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
4 4 huruf a Pengawasan terhadap WP yang ikut pengampunan pajak dilakukan terhadap:
  1 Pelaksanaan kewajiban perpajakan WP untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir
  2 Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan
5 6 huruf a Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan melakukan monitoring bulanan atas pelaksanaan pengawasan WP pasca TA di masing-masing Kanwil DJP melalui aplikasi Approweb
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia