Pajak minta data pemilik devisa ekspor dari Bank Indonesia



JAKARTA. Kantor pajak berharap banyak dari pelaksanaan aturan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan eksportir untuk menempatkan devisa hasil ekspor. Berbekal data ini, kantor pajak yakin bisa mengerek penerimaan pajak dari pengusaha yang mengekspor hasil komoditi.

Amri Zaman, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, mengatakan, sebetulnya Ditjen Pajak sudah merajut kerjasama pertukaran data hasil devisa ekspor dengan BI sejak tahun lalu. Berbekal MoU ini, Ditjen Pajak hanya mencocokkan data ekspor kelapa sawit dan ekspor komoditas lainnya, dengan self assessment pembayar pajak. "Pelaksanaan MoU ini tinggal dijalankan," ujar Amri kepada KONTAN, Senin (16/1).

Selain mengandalkan data ekspor dari BI, Ditjen Pajak juga akan menyewa surveyor. Tugas surveyor ini adalah mencatat secara khusus ekspor kelapa sawit ini, adan akan mulai bekerja pada April atau Mei 2012.


Amri menambahkan, aparat pajak di sejumlah negara sudah menggunakan jasa surveyor. Salah satunya, China. Di negara tersebut, semua ekspor saat ini telah dicatat oleh surveyor yang ditunjuk oleh kantor pajak.

Sebagai catatan, selama ini, Ditjen Pajak lebih banyak mengandalkan data ekspor dari Kantor Direktorat Bea dan Cukai serta Kementerian Perdagangan. Persoalannya data tersebut masih memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, data ekspor dan impor kurang spesifik dan tidak dilengkapi dengan hasil pengecekan secara fisik.

Selain mengandalkan data sekunder, Ditjen Pajak juga berencana menggelar survei langsung terhadap pengusaha kelapa sawit. Survei ini akan mereka fokuskan kepada para pengusaha perkebunan kelapa sawit di kawasan Riau dan Sumatera Utara.

Nah, sejauh ini, Ditjen Pajak telah mengidentifikasi beberapa masalah perpajakan di Riau dan Sumatera Utara, salah satunya pergantian pemilik kebun. Jadi, saat lahan dijual ke pihak lain, penjualan itu masih dalam bentuk surat keterangan ganti rugi lahan. Surat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas mengenai jumlah lahan dan kepemilikan lahan.

Lewat sensus, petugas pajak akan mendatangi pemerintahan daerah guna mendapatkan informasi lengkap para pemilik lahan itu. Amri bilang, potensi penerimaan yang akan didapatkan dari sensus ini mulai dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

PPN bisa didapatkan dari hasil transaksi perusahaan sawit yang dicatat surveyor. "Sensusnya mulai April. Kebun kelapa sawit itu termasuk sentra ekonomi yang menjadi target," kata dia.

Jika memang potensi yang didapatkan dari sektor ini sangat besar, Ditjen Pajak juga akan mengkaji pendirian kantor pelayanan pajak (KPP) khusus industri kelapa sawit. Saat ini sudah KPP khusus yang melayani wajib pajak pertambangan.

Danny Septriadi, pengamat perpajakan UI, menyarankan agar Ditjen Pajak membuat aturan perpajakan spesifik untuk industri sawit. Langkah ini diyakini bisa memudahkan pengawasan perpajakan di industri kelapa sawit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can