Pajak perlu trust



Berbeda dengan yang sudah-sudah, Maret tahun ini terasa rileks. Tiada ketegangan yang terlihat gara-gara deadline pajak. Kali ini aparat pajak tampak selow dibanding dengan tahun-tahun lalu.

Boleh jadi momentum pemilu bulan depan menjadi pertimbangan untuk tidak atraktif mengusik wajib pajak. Pemilu membutuhkan suasana tenang. Sementara urusan pajak acap dianggap hal sensitif yang mudah memantik kehebohan.

Meski demikian, isu pajak tak lekang dari pemilu. Pajak jelas isu krusial karena termasuk pilar ekonomi, modal pembangunan. Karena itu, dua pasang kandidat presiden pun memasukkannya dalam janji kampanye.


Joko Widodo-Ma'ruf Amin, misalnya, mengusung reformasi pajak dan pajak ringan bagi usaha kecil sebagai ide besar misi bidang perpajakan. Adapun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menawarkan keringanan tarif pajak.

Pendek kata, agenda pajak kedua pasangan ini sama-sama menjanjikan. Ibarat angin surga, terdengar nikmat di telinga.

Namun, efektivitasnya untuk mengurai benang kusut problem pajak masih tanda tanya besar. Sebab, gagasan keduanya sebatas retorika populis. Dan ide populis belum tentu tepat sebagai pisau bedah masalah pajak di Tanah Air.

Secara umum, problem utama pajak di Indonesia berkaitan dengan rendahnya tingkat kepatuhan. Rasio realisasi penerimaan pajak terhadap potensinya, sebagai contoh, masih berkutat di kisaran 70%. Sementara itu, rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) belum beranjak dari kisaran 10%–11% atau di bawah negara sepantaran.

Di lain sisi, kebutuhan anggaran negara terus naik. Jika sumber setoran pajak masih berkutat di situ-situ saja, niscaya Indonesia terus berkubang dalam lumpur utang.

Ihwal kepatuhan pajak ini sungguh berkait erat dengan kepercayaan (trust). Tax is all about trust. Kepercayaan itu sendiri terbangun jika manfaat yang diterima sepadan dengan nilai pajak yang disetorkan ke negara.

Nah, membangun kepercayaan inilah yang menjadi tantangan terbesar dan paling mendesak. Apalagi dalam waktu dekat masa tahan (holding period) dana repatriasi tax amnesty yang bernilai total Rp 140 triliun akan berakhir tahun ini.

Alhasil, siapa pun presiden yang terpilih nanti harus mampu meyakinkan bahwa negara ini merupakan rumah yang menarik. Dana repatriasi niscaya kembali hengkang ke luar negeri jika tidak mampu membangun kepercayaan tersebut.

Sudahkah Anda menunaikan kewajiban? Ingat, ya, pekan ini adalah batas terakhir penyerahan Surat PemberitahuanTahunan (SPT) pajak.♦

Barly Haliem Noe

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi