JAKARTA. Penundaan rencana pengenaan pajak progresif bagi apartemen kosong dan tanah yang menganggur mendapat berbagai respons dari para pelaku usaha properti. Salah satunya dari PT Intiland Development Tbk (DILD). Sekretaris Perusahaan Intiland, Theresia Rustandi mengatakan, kebijakan seperti ini seharusnya dikaji lebih matang dan mendalam sebelum diterapkan. "Jangan menimbulkan ketidakpastian dengan mengeluarkan rencana yang belum matang ke media. Sebaiknya, pemerintah berdiskusi dulu dengan para pelaku usaha. Kalau sudah matang dan pasti, baru diumumkan ke media," katanya, Rabu (3/5). Pasalnya, wacana kebijakan yang belum matang tersebut mempengaruhi iklim investasi bidang properti. "Pemaparan wacana belum matang seperti ini ikut mengguncang bisnis kami dan bisa melemahkan saham emiten properti," tambah Theresia. Jika pemerintah melakukan diskusi dengan para pelaku usaha, Theresia memastikan pihaknya akan ikut memfasilitasi apabila rencana itu bisa dijelaskan secara spesifik. Dengan demikian, kebijakan atau aturan yang dibuat tidak serta merta merugikan para pelaku usaha. Menurut Theresia, wacana aturan pajak progresif untuk apartemen kosong juga belum jelas landasannya. Karena tidak ada apartemen yang dengan sengaja dibiarkan kosong oleh pengembangnya. Ia menilai aturan tersebut dapat melemahkan pertumbuhan bisnis properti. "Kebanyakan, orang membeli apartemen untuk tujuan investasi. Bisa saja tidak dihuni karena disiapkan untuk anaknya atau hanya dihuni saat akhir pekan. Tujuan investasi orang tidak bisa disamakan," kata Theresia. Oleh karena itu, jika pajak progresif ini berlaku, diperkirakan banyak orang enggan berinvestasi di apartemen. Dan itu di khawatirkan akan menghambat perkembangan bisnis properti.
Pajak progresif properti harusnya dimatangkan dulu
JAKARTA. Penundaan rencana pengenaan pajak progresif bagi apartemen kosong dan tanah yang menganggur mendapat berbagai respons dari para pelaku usaha properti. Salah satunya dari PT Intiland Development Tbk (DILD). Sekretaris Perusahaan Intiland, Theresia Rustandi mengatakan, kebijakan seperti ini seharusnya dikaji lebih matang dan mendalam sebelum diterapkan. "Jangan menimbulkan ketidakpastian dengan mengeluarkan rencana yang belum matang ke media. Sebaiknya, pemerintah berdiskusi dulu dengan para pelaku usaha. Kalau sudah matang dan pasti, baru diumumkan ke media," katanya, Rabu (3/5). Pasalnya, wacana kebijakan yang belum matang tersebut mempengaruhi iklim investasi bidang properti. "Pemaparan wacana belum matang seperti ini ikut mengguncang bisnis kami dan bisa melemahkan saham emiten properti," tambah Theresia. Jika pemerintah melakukan diskusi dengan para pelaku usaha, Theresia memastikan pihaknya akan ikut memfasilitasi apabila rencana itu bisa dijelaskan secara spesifik. Dengan demikian, kebijakan atau aturan yang dibuat tidak serta merta merugikan para pelaku usaha. Menurut Theresia, wacana aturan pajak progresif untuk apartemen kosong juga belum jelas landasannya. Karena tidak ada apartemen yang dengan sengaja dibiarkan kosong oleh pengembangnya. Ia menilai aturan tersebut dapat melemahkan pertumbuhan bisnis properti. "Kebanyakan, orang membeli apartemen untuk tujuan investasi. Bisa saja tidak dihuni karena disiapkan untuk anaknya atau hanya dihuni saat akhir pekan. Tujuan investasi orang tidak bisa disamakan," kata Theresia. Oleh karena itu, jika pajak progresif ini berlaku, diperkirakan banyak orang enggan berinvestasi di apartemen. Dan itu di khawatirkan akan menghambat perkembangan bisnis properti.