Pajak tak lagi sasar kartu kredit, bankir bingung



JAKARTA. Sejumlah aksi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengejar target setoran pajak membikin panik wajib pajak, serta membingungkan bankir. Utamanya yang berkaitan dengan kewajiban menyetor data nasabah kartu kredit.

Betapa tidak. Pekan lalu, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan merilis surat edaran yang berisi imbauan pada bank untuk menyerahkan data nasabah kartu kredit, mulai April 2017. Kemarin, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi berubah haluan dan menunda agenda tersebut. Alasannya, Ditjen Pajak tak tertarik lagi dengan data-data nasabah kartu kredit.

Menurutnya, data kartu kredit tak sepenuhnya mencerminkan penghasilan masyarakat. Sehingga, data kartu kredit tak akurat jika dijadikan sebagai data pembanding penghasilan yang selama ini dilaporkan wajib pajak. "Kenapa saya tidak tertarik karena itu utang, bukan penghasilan," kata Ken, Jumat (31/3). Alasan lain, permintaan data transaksi kartu kredit malah akan menimbulkan keresahan di masyarakat.


Sebelumnya Ditjen Pajak, melalui surat 23 Maret 2017, meminta dua jenis data dari perbankan yaitu data pokok pemegang kartu kredit dan data transaksi kartu kredit untuk periode Juni 2016 hingga Maret 2017. Rencana ini menghidupkan kembali agenda serupa yang disiapkan tahun 2016.

Nah, kemarin, Ditjen Pajak menyatakan bahwa surat tersebut ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Pembatalan ini tertuang dalam surat Ditjen Pajak ke perbankan, 31 Maret 2017.

Ken memastikan, pembatalan tersebut telah dikomunikasikan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia menyatakan, pemerintah akan menggunakan data hasil kerjasama pertukaran informasi otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) pada tahun 2018 sebagai data pengganti kartu kredit.

Belum tahu

Kendati lega, perubahan mendadak rencana tersebut membingungkan bankir. Apalagi sejumlah bankir yang dihubungi KONTAN belum menerima surat resmi dari Ditjen Pajak mengenai pembatalan permintaan data kartu kredit, baru sebatas mendengar perubahan aturan ini dari media.

Santoso, Direktur Bank Central Asia (BCA) mengatakan, BCA masih menunggu tindak lanjut Ditjen Pajak mengenai aturan pembukaan data kartu kredit. "Semoga konfirmasi dari Ditjen Pajak memberikan kepastian bagi para pemegang kartu kredit untuk bertransaksi lagi," ujar Santoso kepada KONTAN, kemarin.

Senada, Anggoro Eko Cahyo, Direktur Konsumer Banking Bank Negara Indonesia (BNI) menyatakan, pihaknya belum menerima surat keputusan terbaru Ditjen Pajak. "Peraturan ini sudah banyak sekali berubah-ubah. Kami tunggu finalnya saja," timpal Parwati Surjaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri bilang, sebetulnya pihaknya sudah menyiapkan data kartu kredit yang diminta pajak. "Bukan data detail. Sebatas data gelondongan, bukan transaksi per spesifik orang," ujar Tiko.

Sejatinya, Ditjen Pajak pernah meminta data nasabah kartu kredit pada setahun silam. Hanya saja, kebijakan ini tertunda lantaran ada program amnesti pajak mulai Juli 2016- Maret 2017. Sejak Ditjen Pajak berencana memelototi data para pemegang kartu kredit, pertumbuhan jumlah kartu dan transaksi kartu kredit memang cenderung melambat.

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, sejak kewajiban ini disosialisasikan tahun lalu, nilai transaksi kartu kredit hanya tumbuh 0,17% menjadi Rp 281,02 triliun. Di sepanjang tahun 2015, pertumbuhannya sebesar 9,99%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini