KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa beberapa isu terkait perekonomian global dan domestik dari pertemuan G20 di Argentina, termasuk di antaranya pajak untuk ekonomi digital. Dia menyampaikan bahwa framework inklusif pada Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) - OECD dalam hal ini diharapkan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang akan dilakukan secara bersama dalam menghadapi era digital ekonomi. Sebab, semua negara menghadapi hal yang sama, yaitu digitalisasi ekonomi yang sudah dan akan semakin terjadi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, dalam hal ini, Indonesia tidak berada dalam posisi (stance) menunggu Inclusive Framework merekomendasikan kebijakan, tetapi Indonesia juga tidak memilih jalan keluar sendiri “Indonesia aktif di forum global untuk memberi warna konsensusnya. Jadi tidak cuma menunggu,” kata Suahasil kepada KONTAN, Kamis (22/3) Indonesia masih belum punya hukum terkait hal ini. Namun, menurut Suahasil, Indonesia menyadari bahwa Indonesia memiliki basis pasar dan pengguna yang besar. “Stance Indonesia adalah memperjuangkan hak pemajakan yang adil, bukan hanya bagi negara dari penghasil dan penyedia teknologi tersebut, tapi juga hak pemajakan dari Indonesia sendiri sebagai pasar,” ujarnya. “Indonesia aktif mengikuti pertemuan dan diskusi-diskusi internasional tentang hal ini dalam rangka memperjuangkan hal tersebut,” lanjutnya. Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan John Hutagaol mengatakan, sejauh ini Indonesia dapat memajaki Pajak Penghasilan (PPh) dari perusahaan-perusahaan digital seperti over the top tersebut berdasarkan tax treaty, UU PPh, dan aturan pelaksanaannya.