JAKARTA. Dengan penerapan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) pada tahun depan, pemerintah akan mengejar aset atau harta Warga Negara Indonesia (WNI) sebesar Rp 2.067 triliun yang selama ini disembunyikan di luar negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, harta sejumlah tersebut adalah harta perkiraan yang tidak terungkap dalam program amnesti pajak. Dari amnesti pajak sendiri, total deklarasi aset WNI di dalam maupun luar negeri mencapai Rp 4.881 triliun. Ia menyebutkan, total deklarasi harta WNI di luar negeri dalam program tax amnesty sendiri sebesar Rp 1.036 triliun. Sebagian besar aset tersebut menurut dia berasal dari lima negara atau yurisdiksi, yakni Singapura Rp 766,05 triliun, British Virgin Island (BVI) senilai Rp 77,5 triliun, Hong Kong Rp 58,17 triliun, Cayman Island Rp 53,14 triliun, dan Australia Rp 42,04 triliun. Sedangkan hasil repatriasi atau aset yang dibawa pulang ke Indonesia adalah sebesar Rp 147 triliun. Paling banyak berasal dari Singapura Rp 85,35 triliun, BVI Rp 6,57 triliun, Cayman Island Rp 16,51 triliun, Hong Kong Rp 16,31 triliun, dan China Rp 3,65 triliun. "Total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi adalah Rp 1.183 triliun, sehingga masih diperkirakan ada potensi Rp 2.067 triliun aset WP Indonesia yang disimpan di luar negeri belum diungkapkan di program pengampunan pajak," katanya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017, Senin (29/5). Ia melanjutkan, data studi McKinsey pada Desember 2014 mengenai asset under management, ada US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun harta kekayaan milik orang-orang kaya Indonesia di luar negeri. Bila dikurangi dengan total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi yang Rp 1.183 triliun, maka jumlahnya adalah Rp 2.067 triliun. Menurut dia, dengan adanya fakta ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak selama ini memiliki keterbatasan untuk menjaring wajib pajak karena tidak ada akses data keuangan Wajib Pajak (WP) di dalam negeri secara otomatis. Hal ini menurutnya menjadi penyebab stagnasi rasio pajak di Indonesia. "Keterbatasan akses informasi keuangan memberi kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, di samping karena kondisi perekonomian yang melemah," katanya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dan DPR RI saat ini telah memulai pembahasan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan yang menjadi dasar hukum dari AEoI. "Kami akan segera menyelesaikan berbagai macam untuk melengkapi Perppunya," ucapnya usai pertemuan dengan DPR. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pakai AEoI, Menkeu buru Rp 2.067 triliun harta WNI
JAKARTA. Dengan penerapan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) pada tahun depan, pemerintah akan mengejar aset atau harta Warga Negara Indonesia (WNI) sebesar Rp 2.067 triliun yang selama ini disembunyikan di luar negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, harta sejumlah tersebut adalah harta perkiraan yang tidak terungkap dalam program amnesti pajak. Dari amnesti pajak sendiri, total deklarasi aset WNI di dalam maupun luar negeri mencapai Rp 4.881 triliun. Ia menyebutkan, total deklarasi harta WNI di luar negeri dalam program tax amnesty sendiri sebesar Rp 1.036 triliun. Sebagian besar aset tersebut menurut dia berasal dari lima negara atau yurisdiksi, yakni Singapura Rp 766,05 triliun, British Virgin Island (BVI) senilai Rp 77,5 triliun, Hong Kong Rp 58,17 triliun, Cayman Island Rp 53,14 triliun, dan Australia Rp 42,04 triliun. Sedangkan hasil repatriasi atau aset yang dibawa pulang ke Indonesia adalah sebesar Rp 147 triliun. Paling banyak berasal dari Singapura Rp 85,35 triliun, BVI Rp 6,57 triliun, Cayman Island Rp 16,51 triliun, Hong Kong Rp 16,31 triliun, dan China Rp 3,65 triliun. "Total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi adalah Rp 1.183 triliun, sehingga masih diperkirakan ada potensi Rp 2.067 triliun aset WP Indonesia yang disimpan di luar negeri belum diungkapkan di program pengampunan pajak," katanya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017, Senin (29/5). Ia melanjutkan, data studi McKinsey pada Desember 2014 mengenai asset under management, ada US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun harta kekayaan milik orang-orang kaya Indonesia di luar negeri. Bila dikurangi dengan total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi yang Rp 1.183 triliun, maka jumlahnya adalah Rp 2.067 triliun. Menurut dia, dengan adanya fakta ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak selama ini memiliki keterbatasan untuk menjaring wajib pajak karena tidak ada akses data keuangan Wajib Pajak (WP) di dalam negeri secara otomatis. Hal ini menurutnya menjadi penyebab stagnasi rasio pajak di Indonesia. "Keterbatasan akses informasi keuangan memberi kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, di samping karena kondisi perekonomian yang melemah," katanya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dan DPR RI saat ini telah memulai pembahasan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan yang menjadi dasar hukum dari AEoI. "Kami akan segera menyelesaikan berbagai macam untuk melengkapi Perppunya," ucapnya usai pertemuan dengan DPR. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News