KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamala Harris, Wakil Presiden yang mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden dari Partai Demokrat, memberikan pidato kekalahan yang mengesankan setelah Donald Trump, kandidat dari Partai Republik, dinyatakan sebagai pemenang Pemilu Presiden AS 2024. Dengan mengamankan 295 suara di Electoral College, Trump dipastikan akan kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari 2025. Harris, yang dikabarkan telah melakukan panggilan untuk mengakui kekalahannya kepada Trump, menyampaikan pidato dari kampusnya di Howard University, tempat dia menyelesaikan pendidikan tinggi.
Baca Juga: Bisakah Donald Trump Menjabat 3 Periode? Ada Celah Konstitusional Dapat Dimanfaatkan! Dalam pidatonya, ia menyatakan, "Walaupun saya mengakui kekalahan dalam pemilu ini, saya tidak akan mengakhiri pertarungan yang memicu perjuangan ini." Ia menegaskan bahwa perjuangan untuk kebebasan, kesempatan, keadilan, dan martabat setiap orang masih berlanjut.
Analisis Bahasa Tubuh Harris: Kekuatan dan Kepercayaan Diri
mengutip
unilad.com, Patti Wood, seorang ahli bahasa tubuh, pembicara profesional, dan penulis buku
Snap: Making the Most of First Impressions, Body Language, and Charisma, memberikan analisis tentang bahasa tubuh Harris dalam pidato tersebut. Menurut Wood, Harris memberikan kesan pertama yang sangat kuat saat ia melangkah ke atas panggung. Tanpa pengenalan formal, Harris dengan percaya diri langsung menuju podium, menciptakan kesan yang sangat kuat dan berani. "Datang ke panggung sendirian dari belakang panggung tanpa pengenalan adalah langkah yang berani dan menunjukkan kesan pertama yang sangat kuat," ujar Wood.
Baca Juga: Trump Menang, Xi Jinping Harapkan Hubungan Stabil dan Menguntungkan antara AS-China "Dia tersenyum dan melambaikan tangan beberapa kali, serta memberi tepuk tangan dengan tangan terangkat, menunjukkan bahasa tubuh yang penuh kebahagiaan dan kegembiraan," tambahnya. Wood juga mencatat bahwa Harris memperlihatkan senyum lebar yang menunjukkan bahwa dia merasa senang dan dihargai oleh dukungan dari para hadirin. "Senyum ini sangat tulus dan menunjukkan bahwa dia merasakan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya," tambah Wood.
Perubahan Emosi dalam Pidato
Namun, seiring berjalannya pidato, perubahan dalam bahasa tubuh Harris mulai terlihat. Wood mencatat bahwa Harris mulai menarik napas dalam-dalam dan merenggangkan bahunya sebelum melanjutkan dengan senyum yang lebih kaku, bahkan sedikit cemberut, mengindikasikan bahwa pesan yang akan disampaikannya tidaklah mudah.
Baca Juga: Menguak Dinamika Hubungan AS dengan China, Rusia dan NATO di Bawah Kepemimpinan Trump Pernyataan Harris tentang "terangnya janji Amerika akan selalu bersinar terang" disampaikan dengan suara yang agak serak dan sedikit mengerutkan mata, yang menunjukkan ketegangan emosional. Wood mengungkapkan bahwa meskipun ini adalah pernyataan yang kuat, cara penyampaian tersebut kurang penuh keyakinan. "Pada akhir pidato, dia terlihat menundukkan kepala, alis mengerut, dan bibirnya rapat dengan dagu yang bergetar, menahan air mata," lanjut Wood. Namun, Harris kembali menunjukkan kekuatan saat menyatakan, "Selama kita terus berjuang," dengan suara yang lebih kuat dan gerakan tangan yang menunjukkan penekanan pada kata-kata tersebut, meskipun suara Harris sedikit pecah.
Reaksi Terhadap Trump dan Pesan untuk Pendukung
Wood mencatat adanya momen penting dalam pidato Harris ketika ia berbicara tentang Donald Trump.
Saat menyebutkan, "Hari ini saya berbicara dengan Presiden Terpilih Trump," Harris melakukan gerakan tangan ke bawah yang secara simbolis menggambarkan dorongan untuk merendahkan Trump, diikuti dengan ekspresi wajah yang cemberut.
Baca Juga: Kebesaran Hati Obama Setelah Kemenangan Donald Trump, Serukan Persatuan Amerika! Momen yang paling menonjol terjadi ketika Harris mengungkapkan kemarahan dalam suaranya saat mendorong para pendukungnya untuk terus berjuang dan tidak menyerah. Wood mencatat bahwa ekspresi wajah Harris membuka mulut dengan lebar, menandakan kekuatan dan kemarahan, sementara mata Harris berkedip sejenak, mengindikasikan bahwa ia mungkin menyembunyikan lebih banyak kemarahan dalam dirinya.
Editor: Handoyo .