JAKARTA. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 38,8 miliar yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya pada tahun 2010. Seperti diketahui, dalam LHKPN Hadi tercatat memiliki harta tak bergerak berupa 25 tanah dan bangunan di Los Angeles, Jakarta, Depok, Bekasi, dan Kabupaten Tenggamus, Lampung, dengan total nilai Rp 26,98 miliar. Hadi juga tercatat memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, dan barang-barang seni dan antik serta harta bergerak lainnya dengan total nilai Rp 1,53 miliar. Daftar aset milik Hadi yang tercatat dalam LHKPN tersebut mengundang tanda tanya besar. Pasalnya, hampir seluruh aset yang dimiliki seorang mantan Direktur Jenderal Pajak, tercatat diperoleh dari hasil hibah. Apakah aset dari hasil hibah tersebut untuk menghindari pajak? Pakar hukum pidana Ganjar L Bondan menyebut, KPK bisa membuktikan kepemilikan harta kekayaan Hadi berdasarkan LHKPN tersebut, termasuk siapa yang menghibahkan kepadanya. "Maaf ya kalau mau hibah, banyak fakir miskin yang layak menerima hibah sehingga kalau kita melihat siapa yang memberi hibah, kita bisa mengira-ngira motifnya apa, dari situ terlihat ini pemberian biasa atau bernuasa suap atau bernuansa gratifikasi atau benar-benar suap," kata Ganjar di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (22/4). Lebih lanjut Ganjar menyebut justru LHKPN tersebut dapat dijadikan trigger untuk mendalami harta kekayaan Hadi. "Jadi kalau orang kasih LHKPN itu dianailisis dan disimpan oleh KPK jadi kalo ada perubahan signifikan, baru ditindaklanjuti," tambah dia. Perlu diketahui pula, harta kekayaan Hadi yang tercata dalam LHKPN diperoleh dari waktu yang bervariasi. Mulai dari tahun tahun 1972 hingga tahun 2004. Menurut Ganjar, KPK perlu menelusuri harta yang dimiliki Hadi dan tidak hanya terpaku pada bukti formal seperti LHKPN lantaran di Indonesia sangat mudah memundurkan tanggal perolehan aset tersebut. "Yang harus dipastikan, apa iya hibah itu tahun 70-an? Di negara Indonesia yang jelita ini, sangat mudah back dated, tanggal mundur. Jadi harus di dalami betul. KPK tidak boleh terpaku pada bukti formal. Bukti formal akta hibah tahun 70, coba telusuri, panggil notarisnya," kata Ganjar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pakar hukum pidana minta KPK telusuri harta Hadi
JAKARTA. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 38,8 miliar yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya pada tahun 2010. Seperti diketahui, dalam LHKPN Hadi tercatat memiliki harta tak bergerak berupa 25 tanah dan bangunan di Los Angeles, Jakarta, Depok, Bekasi, dan Kabupaten Tenggamus, Lampung, dengan total nilai Rp 26,98 miliar. Hadi juga tercatat memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, dan barang-barang seni dan antik serta harta bergerak lainnya dengan total nilai Rp 1,53 miliar. Daftar aset milik Hadi yang tercatat dalam LHKPN tersebut mengundang tanda tanya besar. Pasalnya, hampir seluruh aset yang dimiliki seorang mantan Direktur Jenderal Pajak, tercatat diperoleh dari hasil hibah. Apakah aset dari hasil hibah tersebut untuk menghindari pajak? Pakar hukum pidana Ganjar L Bondan menyebut, KPK bisa membuktikan kepemilikan harta kekayaan Hadi berdasarkan LHKPN tersebut, termasuk siapa yang menghibahkan kepadanya. "Maaf ya kalau mau hibah, banyak fakir miskin yang layak menerima hibah sehingga kalau kita melihat siapa yang memberi hibah, kita bisa mengira-ngira motifnya apa, dari situ terlihat ini pemberian biasa atau bernuasa suap atau bernuansa gratifikasi atau benar-benar suap," kata Ganjar di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (22/4). Lebih lanjut Ganjar menyebut justru LHKPN tersebut dapat dijadikan trigger untuk mendalami harta kekayaan Hadi. "Jadi kalau orang kasih LHKPN itu dianailisis dan disimpan oleh KPK jadi kalo ada perubahan signifikan, baru ditindaklanjuti," tambah dia. Perlu diketahui pula, harta kekayaan Hadi yang tercata dalam LHKPN diperoleh dari waktu yang bervariasi. Mulai dari tahun tahun 1972 hingga tahun 2004. Menurut Ganjar, KPK perlu menelusuri harta yang dimiliki Hadi dan tidak hanya terpaku pada bukti formal seperti LHKPN lantaran di Indonesia sangat mudah memundurkan tanggal perolehan aset tersebut. "Yang harus dipastikan, apa iya hibah itu tahun 70-an? Di negara Indonesia yang jelita ini, sangat mudah back dated, tanggal mundur. Jadi harus di dalami betul. KPK tidak boleh terpaku pada bukti formal. Bukti formal akta hibah tahun 70, coba telusuri, panggil notarisnya," kata Ganjar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News