Pakar hukum: Prabowo bisa dipenjara



Sidney. Calon presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk menarik diri dari proses pemilihan presiden (pilpres) 2014. Pihaknya beralasan pilpres tahun ini penuh kecurangan.

Tapi rupanya langkah Prabowo ini mempunyai implikasi hukum. Mantan Danjen Kopassus itu terancam dipenjara.

Kandidat doktoral dari University of New South Wales Bhatara Ibnu Reza memaparkan dalam Pasal 15 (f) UU No 42/1998 tentang Pemilihan Umum disebutkan syarat awal pasangan capres dan cawapres adalah menyerahkan surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon.


Kemudian pada pasal 22 ditegaskan dengan lengkap bahwa pasangan calon atau salah seorang pasangan calon dilarang mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai pasangan capres dan cawapres oleh KPU.

Dari dua peraturan larangan itu, bisa langsung merujuk ke Pasal 245. Di sana disebutkan, capres atau cawapres yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan KPU, dipidana dengan pidana penjara minimal 24 bulan dan maksimal 60 bulan, disertai denda minimal 20 miliar rupiah dan maksimal 50 miliar rupiah.

“Jadi, melihat pernyataan resmi Prabowo tanggal 22 Juli, sudah terang benderang bahwa Prabowo melakukan tindak pidana Pilpres. Atas nama supremasi hukum, Prabowo Subianto bisa dipenjara,” katanya dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Selasa (22/7). 

Lebih jauh Bhatara menambahkan, mundurnya Prabowo otomatis menghilangkan haknya untuk menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi. Logikanya jelas, yaitu atas dasar apa Prabowo menyampaikan gugatan ke MK, jika dia sendiri tidak mengakui hasil Pilpres yang seharusnya menjadi dasar gugatan? 

Meski demikian, segala konsekuensi yang ditanggung Prabowo itu tidak berpengaruh sama sekali pada legitimasi Pilpres maupun rekapitulasi suara yang sudah dilaksanakan oleh KPU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto