Pakar IPB: Lockdown di Wilayah Wabah PMK akan Berdampak Signifikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Kementerian Pertanian ada 19 provinsi atau 221 kabupaten/kota yang dilakukan lockdown untuk mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku pada ternak. Pada wilayah-wilayah ini tidak diperbolehkan adanya hewan ternak yang keluar atau didistribusikan ke daerah lain.

Pakar Agribisnis dari Institut Pertanian Bogor (Pakar IPB) Bayu Krisnamurthi menuturkan, adanya lockdown di beberapa wilayah tersebut akan berdampak signifikan kepada pemenuhan daging sapi.

"Dampaknya sangat signifikan. Lockdown artinya tidak ada perdagangan ternak antar daerah. Padahal, sentra produksi ternak sapi hanya 8 propinsi," kata Bayu kepada Kontan.co.id, Kamis (30/6).


Bayu menambahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, terdapat delapan provinsi dengan produksi daging sapi terbesar.

Antara lain, Jawa Timur sebanyak 93.303 ton, Jawa Barat 64.425 ton, Jawa Tengah 55.835 ton, Sumatra Barat 21.432 ton, Banten 20.562 ton, Sulawesi Selatan 15.994 ton, Lampung 14.328 ton, dan Nusa Tenggara Barat 13.488 ton.

Dimana kasus PMK tertinggi ada di lima provinsi yaitu Jawa Timur sebanyak 114.921 kasus, Nusa Tenggara Barat 43.282 kasus, Aceh 31.923 kasus dan Jawa Barat 30.456 kasus dan Jawa Tengah 30.386 kasus. Dengan demikian, empat wilayah dengan kasus tinggi PMK termasuk dalam delapan sentra produksi daging sapi terbesar.

"Artinya ada 25-an Provinsi yang produksinya sedikit. Lebih sedikit dari kebutuhan penduduknya. Jakarta misalnya. Seluruh kebutuhannya diperoleh dari daerah lain," imbuh Bayu.

Baca Juga: Pemerintah Buat Gerakan Disinfeksi Nasional untuk Penanganan PMK

Dengan adanya lockdown, diproyeksikan akan terjadi pasokan berlebih daging sapi di provinsi sentra produksi namun harga disana akan jatuh. Sedangkan kondisi berbeda terjadi di provinsi yang tidak memiliki sentra peternakan pasokan kemungkinan bisa turun hingga 100% dan harga daging sapi menjadi tinggi.

"Di provinsi yang "defisit" atau provinsi yang tidak ada peternakannya pasokan bisa turun hingga 100%, harga naik," ujarnya.

Oleh karena Bayu menegaskan, perlu ada rencana yang komprehensif. Misalnya, dilakukan pembekuan daging yang akan didistribusikan. Pasalnya dikabarkan daging yang telah dibekukan bisa bebas PMK.

"Artinya, perdagangan daging beku dari daerah terdampak bisa dilakukan, seperti halnya impor daging beku yang juga dapat dilakukan. Maka harus diusahakan agar di daerah sentra produksi sapi dilakukan pemotongan dan pembekuan daging baru dikirim ke daerah lain. Ini membutuhkan investasi refrigerator yang cukup. Ini baru satu contoh saja agar PMK tetap dapat terkendali tetapi pasokan daging ke seluruh Indonesia terjaga," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto