KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelanggaran Undang-Undang (UU) Kehutanan dinilai tidak bisa serta merta dikategorikan tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Dr Sadino,mengatakan, permasalahan izin terkait bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan permasalahan administrasi, yang termasuk ke dalam Undang-Undang (UU) Kehutanan. "Jika ada permasalahan Izin, hal itu bukanlah merupakan tindak pidana dan tidak masuk dalam ruang lingkup perkara tindak pidana korupsi," Sadino dalam keterangan tertulis, Jumat, (3/2/22).
Baca Juga: Entitas Bisnis Perkebunan Sawit Milik Keluarga Tjajadi Crazy Rich Surabaya, Digugat Menurut Sadino, hal tersebut diatur dengan Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK) pada Pasal 110A. Di mana kegiatan usaha di dalam kawasan hutan dan memiliki izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan sebelum berlakunya UU ini dan belum memenuhi perinanan bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun. Jika setelah itu, baru dikenai sanksi administratif, berupa, penghentian sementara kegiatan usaha, denda administratif; dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha, katanya. Menurut Sadino, pelaku usaha masih diberikan waktu selama tiga tahun sejak UUCK dan Perpu 2 diberikan waktu sampai 2 November 2023 dikeluarkan untuk menuntaskan administrasi pengurusan izin dan tidak ada Tindakan pidana dan tidak juga masuk dalam ruang lingkup perkara tindak pidana korupsi. “Sehingga permasalahan izin yang menjerat beberapa perusahaan perkebunan, seharusnya dikenakan sanksi administratif bukan sanksi pidana, karena izin adalah otoritas pemberi izin dan termasuk dalam tindakan administrasi," ujar Sadino.
Baca Juga: Penyusun RPP: UU Cipta Kerja tidak turunkan standar penilaian AMDAL Menurut Sadino, penegakan hukum bagi yang sudah mempunyai hak atas tanah dengan yang baru memiliki izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan juga berbeda.
Bagi yang sudah ada hak atas tanah, istilah penyelesaian kebun sawit dalam Kawasan hutan adalah tidak tepat, dan yang tepat adalah "Kawasan hutan yang masuk dalam kebun sawit" sesuai kaidah dan norma hukum sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/ 2011. Sebelumnya, pakar hukum administrasi negara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran I Gde Pantja Astawa menyatakan, penyelesaian keterlanjuran membangun perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan tidak bisa menggunakan UU Tipikor, tetapi harus menggunakan UU Cipta Kerja dan turunan UU Cipta Kerja. Ia bilang, adanya UUCK dibuat untuk menyederhakan 79 UU yang saling berbenturan. Sehingga memudahkan perizinan serta menghilangkan kerisauan pengusaha untuk berusaha di Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli