Pakar: Soal THR Ojol dan PKWT, Kemnaker Harus Meluruskan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan terkait ojek online (ojol), taksi online, dan kurir paket logistik yang diminta turut memberikan tunjangan hari raya (THR) di tahun 2024 ini dinilai sebagai pernyataan yang tidak konsisten dan berpotensi membingungkan.

Pasalnya, salah satu syarat pekerja mendapat THR adalah memiliki hubungan kerja di bawah naungan suatu perusahaan, sedangkan hubungan driver ojol, taksi online maupun kurir logistik dengan perusahaan hanya sebatas kemitraan.

Karena PKWT sebetulnya sudah masuk dalam kategori pekerja, bukan mitra. Karena kalau PKWT, maka pekerja juga mendapat fasilitas seperti tunjangan lain-lain. Hal itu sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Sementara perjanjian antara aplikator dengan mitra driver adalah perjanjian kemitraan. Karena sifatnya kemitraan hubungan antara mitra dengan perusahaaan bukanlah hubungan ketenagakerjaan, sehingga hak dan kewajiban masing-masing tidak berdasar pada UU 13/2003.

Dalam UU Ketenagakerjaan, PKWT diatur dalam pasal 59 ayat (1) yang menyatakan; Perjanjian kerja, untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan, pekerjaannnya akan selesai dalam waktu tertentu.

“Oleh karena itu adanya pernyataan yang mengatakan bahwa ojol merupakan PKWT harus segera diluruskan. Karena antara perjanjian kemitraan dan perjanjian hubungan kerja merupakan konsep yang berbeda. Jadi ini harus diluruskan karena menyangkut kepentingan orang banyak,” kata Budi Santoso pakar ketenagakerjaan dari Universitas Brawijaya, Senin (18/3).

Menurut Budi, Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan terkait pembayaran THR sifatnya hanya sekadar himbauan saja. Sebab sudah jelas bahwa pemberian THR oleh pengusaha untuk pekerja atau buruhnya, itu merupakan hubungan pemberi kerja dan pekerja baik PKWT maupun PKWTT. Sedangkan driver ojol maupun taksi online bukan termasuk dalam klasifikasi PKWT, sehingga kewajiban pemberian THR tidak dapat tercakup dalam Surat Edaran ini.

“Jadi harus dibedakan, perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja yang menimbulkan kewajiban, baik dari si pekerja maupun perusahaan pemberi kerja. Sementara hubungan kemitraan melahirkan kemitraan. Dan dalam hubungan kemitraan itu tidak ada kewajiban, kecuali diperjanjikan,” ujar Budi.

Dalam jurnal KPPU juga disebutkan bahwa Perjanjian kerjasama antara perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi ojol bukanlah perjanjian kerja karena tidak terdapat unsur upah. Perjanjian tersebut merupakan perjanjian kemitraan   dengan pola kemitraan bagi hasil.

Supreme Court United Kingdom juga sempat memutuskan bahwa mitra pengemudi online merupakan gig worker dan status pekerja  bagi  gig worker belum dapat  diakomodir dalam peraturan ketenagakerjaan karena tidak ada unsur upah.

Seperti diberitakan, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan bahwa aplikator ojek online, taksi online dan kurir logistik diimbau untuk ikut memberikan THR kepada para mitranya.

"Ojol kami imbau dibayarkan tunjangan hari rayanya. Meski kerja kemitraan tapi masuk PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), jadi ikut dalam coverage Surat Edaran THR," kata Indah dalam konferensi pers tentang pembayaran THR keagamaan di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Senin (18/3).

Sementara Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada tahun lalu sempat menyatakan pernyataan yang bertolak belakang. Saat itu Ida, justru menyatakan hal yang berbeda. “Pemberian THR-nya memang tidak masuk dalam pengaturan di SE Menaker karena ojek online bukan hubungan kerja konvensional, tapi kemitraan,” jelas Ida saat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fahriyadi .