Paket kebijakan jilid II, akhirnya diumumkan



JAKARTA. Pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid dua, tentang kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPH) pasal 22 impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan baku impor untuk tujuan ekspor. Kebijakan ini dikeluarkan lantaran paket kebijakan yang pertama belum cukup menekan defisit neraca transaksi berjalan atau current account defisit (CAD).

Menteri keuangan Chatib Basri menjelaskan, tujuan dikeluarkannya kebijakan ini untuk mengurangi tekanan neraca transaksi berjalan dari sisi impor. Pasalnya, dengan kenaikan PPh pasal 22 ini akan mempengaruhi cashflow para importir, sehingga nantinya diharapkan mengurangi jumlah impornya.  

Asal tahu saja, PPH pasal 22 impor ini bersifat kredit pajak yang dibayar oleh wajib pajak di muka, kemudian di akhir tahun akan menjadi pengurang pajak terhutang.


Dalam aturan ini, pemerintah menaikkan tarif PPh pasal 22 impor untuk pengusah yang memiliki Angka Pengenal Impor (API) dari 2,5% menjadi 7,5%. “Karena dia bayar pajaknya dulu, cashflow-hya akan kena, kalau sudah kena dia akan mengurangi impornya,” jelas Chatib.

Adapun beberapa barang yang tarif PPh pasal 22 impornya akan dinaikan di antaranya untuk 870 barang-barang konsumsi dan barang modal atau capital goods.

Di antara ke 870 barang konsumsi yang terkena dampak kenaikan tarif ini diantaranya kendaraan bermotor kecuali kendaraan yang terurai (CKD/IKD), tas, baju, alas kaki, dan perhiasan. Selain itu juga barang-barang yang digolongkan sebagai furniture dan perlengkapan rumah tangga, ditambah barang elektronik dan handphone.  

Chatib bilang hingga bulan Oktober saja jumlah impor barang konsumsi mencapai US$ 10 miliar. Dari paket kebijakan ini diharapkan bisa menekan impor barang konsumsi hingga US$ 2 miliar - US$ 3 miliar.

Kebijakan kedua yang dikeluarkan pemerintah adalah pembebasan Bea Masuk, PPN dan Pajak Penjualan atas barang Mewah (PPnBM) kepada pengusaha yang mendapatkan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

Selama ini setiap pengusaha yang mendapatkan fasilitas KITE tetap diminta membayar PPN, BM dan PPnBM namun ketika akan melakukan ekspor mereka akan mendapatkan restitusi.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, dengan insentif yang diberikan bagi pengusaha KITE ini, diharapkan akan mendorong ekspor. Pasalnya selain memberikan insentif, pemerintah juga akan menyederhanakan proses administrasi pendaftaran menjadi pengusaha KITE serta beberapa ketentuan lainnya.

Kedua kebijakan ini akan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan dikeluarkan beberapa waktu kedepan. Saat ini kedua PMK sudah masuk persetujuan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).

Untuk kebijakan PPh pasal 22 impor akan mulai berlaku 30 hari setelah diundang-undangkan, sedangkan untuk revisi aturan KITE mulai berlaku 60 hari setelah UU keluar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan