Paket stimulus AS dinilai bakal mendongkrak ekonomi China



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. CEO dan pendiri Jiangsu Siborui Import and Export David Ni mengharapkan tahun ini menjadi momentum hebat untuk bisnis roda mobil di China, berkat dorongan US$ 1,9 triliun yang baru saja diberikan Presiden Joe Biden kepada perekonomian Amerika Serikat (AS). 

Pasalnya, warga negara Amerika kini dibanjiri dengan cek stimulus US$ 1.400 per orang, yang berarti membuat permintaan di AS merajalela. Ni yang kantornya berpusat di Nanjing, membeli roda mobil paduan aluminium kelas atas dari produsen China dan menjualnya ke pasar ritel AS. "Warga mendapat uang tunai dan mereka langsung berbelanja," katanya, dalam artikel yang dimuat Bloomberg, Kamis (25/3). 

Dia juga menjelaskan, bahwa penjualan diprediksi bakal meningkat lebih dari 30% tahun ini. Dorongan fiskal AS akan membawa limpahan besar bagi ekonomi global, terutama China eksportir terbesar dunia. Sebab, sekitar US$ 360 miliar dari paket stimulus akan dihabiskan untuk impor, menurut Allianz SE dengan ekspor China yang kemungkinan bisa meningkat sebesar US$ 60 miliar selama 2021-2022. 


Baca Juga: Berseteru dengan China, Duterte berjanji untuk melindungi wilayah maritim negaranya

Tetapi, kondisi itu juga akan berarti terjadinya kenaikan harga barang-barang buatan China yang sudah mulai meningkat. Ditambah adanya ketegangan yang memburuk dengan AS akibat ketidakseimbangan perdagangan. 

Meski begitu, stimulus AS bisa meningkatkan produk domestik bruto (PDB) China sebesar 0,5% selama tahun depan, menurut Organisation for Economic Co-operation and Developtment. Bloomberg Economics di sisi lain mengestimasikan peningkatan 1% permintaan AS akan menambah sekitar 0,08% ke PDB China. 

Hal ini mengindikasikan ekonomi dapat tumbuh 9% tahun ini, menurut UBS AG yang meningkatkan perkiraan pertumbuhan ekspor China pada 2021 menjadi 16%, dibandingkan dengan 3,6% tahun lalu. Peningkatan ekspor akan memberi ruang bisnis untuk dibelanjakan pada perluasan kapasitas, memungkinkan China untuk mempertahankan tingkat investasinya yang tinggi bahkan ketika pengeluaran negara untuk infrastruktur melambat. 

Adapun, target pertumbuhan PDB resmi pemerintah China untuk tahun ini adalah di atas 6%. Sudah ada kekhawatiran di AS bahwa stimulus dan rebound ekonomi yang diharapkan tahun ini dapat menyebabkan inflasi yang lebih cepat. Apalagi dengan imbal hasil tresuri yang melonjak dalam beberapa pekan terakhir. 

Peningkatan impor dari China dikombinasikan dengan rebound harga pabrik di China baru-baru ini berarti konsumen Amerika dapat segera membayar lebih untuk barang-barang mereka. Ni mengatakan, produsen roda di China sudah menaikkan harga karena biaya pengiriman telah mendekati rekor tertinggi dan kenaikan harga logam baru-baru ini. 

Baca Juga: Hadapi tekanan China, Taiwan mulai produksi massal rudal jarak jauh

Di sisi lain, ledakan perdagangan ini juga bisa berarti lebih banyaknya upaya dari AS untuk mengekang impor dalam jangka panjang untuk meredakan ketidakseimbangan perdagangan dengan China, sumber ketegangan di Washington selama bertahun-tahun. "Mengingat sejarah Amerika, mudah untuk membayangkan bahwa sentimen proteksionis, termasuk mata uang, dapat diperburuk," ujar Mark Sobel, mantan pejabat karir Departemen Keuangan. 

Pertumbuhan ekspor yang lebih kuat juga akan memperlambat upaya Beijing untuk menyeimbangkan ekonomi agar lebih bergantung pada konsumsi domestik dan mengurangi produksi industri. Pemerintah China bahkan telah mengatakan ingin melakukan ini selama beberapa tahun, tetapi hanya sedikit kemajuan yang dicapai dan proses tersebut sebenarnya mundur tahun lalu ketika pengeluaran konsumen anjlok. 

Selanjutnya: AS kirim pesawat mata-mata, saat militer China latihan tembak langsung

Editor: Tendi Mahadi