JAKARTA. Bagi perusahaan yang mengantongi utang valuta asing (valas), depresiasi rupiah adalah momok yang bisa membebani langkah ekspansi mereka. Tak ingin hal itu terjadi, PT Pakuwon Jati Tbk mengklaim saat ini telah melakukan hedging alias lindung nilai utang valas. Pakuwon Jati telah melakukan lindung nilai atas utang valas dengan level kurs Rp 16.000. Maka, "Kalau untuk pinjaman valas enggak ada pengaruhnya karena loan sudah hedging," ujar Ivy Wong, Direktur Pengembangan Bisnis PT Pakuwon Jati Tbk, kepada KONTAN, Senin (21/9). Sayangnya, manajemen Pakuwon Jati tak memperinci jumlah utang valas yang mereka masukkan dalam skema lindung nilai. Laporan keuangan perusahaan per 30 Juni 2015 juga tak membeberkan perbandingan antara utang valas dan utang rupiah.
Laporan keuangan itu hanya menyebutkan jika Pakuwon Jati mencatatkan total utang atau liabilitas Rp 9,45 triliun. Ada dua kategori. Pertama, liabilitas segmen. Ada empat liabilitas yang masuk kategori liabilitas segmen, yakni liabilitas pengusahaan pusat perkantoran dan perbelanjaan, real estat, hotel serta apartemen sevis. Liabilitas terbesar berasal dari real estat yakni Rp 3,09 triliun. Selanjutnya liabilitas pengusahaan pusat perkantoran dan perbelanjaan Rp 2,75 triliun, lalu liabilitas hotel Rp 41,74 miliar. Terakhir, liabilitas apartemen servis Rp 37,26 juta. Kedua, liabilitas yang tidak dapat dialokasikan. Total liabilitas ini Rp 3,59 triliun. Masih merunut laporan keuangan semester I-2015, Pakuwon Jati tercatat melakukan transaksi derivatif untuk hedging nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Transaksi pertama dengan Bank Standard Chartered (SCB) pada 17 Desember 2014. Transaksi itu berupa call spread dengan nilai nominal US$ 100 juta. Transaksi kedua terjadi pada 16 Januari 2015 dengan Deutsche Bank AG, cabang Singapura. Transaksi itu berupa cancellable call spread with european knockin (EKI) untuk hedging sebagai bagian dari notes 2019 dengan jumlah nosional US$ 100 juta. Meski sudah melakukan lindung nilai, bukan berarti Pakuwon Jati bakal jor-joran berutang. "Misalnya kondisi rupiah terus lemah seperti ini, kami enggak akan melakukan pinjaman dari valas maupun rupiah, karena standby loan kami juga sudah gede," terang Ivy Wong. Tak ada proyek baru Berkat aksi lindung nilai utang, Pakuwon Jati mengaku rencana ekspansi bisnis tak terganggu. Malah pada semester II-2015, perusahaan berkode PWON di Bursa Efek Indonesia itu sesumbar dengan menargetkan pendapatan dua kali lipat lebih besar ketimbang semester I-2015. Karena itulah, Pakuwon Jati mempertahankan target marketing sales alias pendapatan pra penjualan tahun ini sebesar Rp 3,4 triliun. Target tersebut lebih besar 9,68% ketimbang realisasi pendapatan pra penjualan tahun lalu, yakni Rp 3,1 triliun. Adapun hingga Agustus 2015, Pakuwon Jati telah mengantongi pendapatan pra penjualan Rp 2,33 triliun. Perinciannya, 52% atau senilai Rp 1,21 triliun, dari penjualan rumah tapak. Sisanya, 48% atau Rp 1,12 triliun dari penjualan bangunan bertingkat.
Untuk memenuhi sisa target pendapatan pra penjualan, Pakuwon Jati akan mengandalkan proyek yang sekarang sudah jalan. "Kami tidak akan meluncurkan proyek baru hingga akhir tahun ini," ujar Stefanus Ridwan, Direktur PT Pakuwon Jati Tbk. Beberapa proyek itu seperti apartemen Casa Grande tahap II yang berisi 1.200 unit apartemen. Ada pula perumahan di Grand Pakuwon Surabaya, Jawa Timur dengan harga di atas Rp 1 miliar per unit. Tak cuma tahun ini, strategi mengandalkan proyek lawas juga Pakuwon Jati terapkan hingga tahun depan. Perusahaan itu akan menggenjot penjualan Tunjungan Plaza 5 dan 6, Supermall Pakuwon yang diperluas, perumahan Grand Pakuwon serta Kota Casablanca II. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan