Pameran travel dorong penggunaan kartu kredit



JAKARTA. Di tengah pelemahan pertumbuhan ekonomi, ternyata bisnis perjalanan atau travel baik domestik maupun internasional, masih banyak diminati. Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat yang berbondong-bondong mendatangi Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) yang berlangsung sejak hari ini, Jumat (25/9) sampai dengan Minggu (27/9). Antusiasme masyarakat untuk berlibur, menjadi ceruk bisnis bagi industri perbankan. Betapa tidak, harga tiket destinasi wisata luar negeri yang terkerek cukup tinggi, menjadi peluang legit bagi bisnis kartu kredit perbankan.

Pelemahan rupiah yang belakangan terus terjadi, tentu mempengaruhi harga penjualan tiket pesawat. Namun, hal ini bisa disiasati masyarakat dengan melakukan transaksi pembelian tiket dengan menggunakan kartu kredit. Direktur Konsumer Ritel Banking Bank Negara Indonesia (BNI), Anggoro Eko Cahyo bilang, perseroan menargetkan nominal transaksi sebesar Rp 80 miliar sampai dengan Rp 100 miliar dari gelaran GATF yang hanya berlangsung selama tiga hari ini.

Menurutnya, sebanyak 90% transaksi yang dilakukan masyarakat digelaran pariwisata ini, merupakan transaksi yang menggunakan kartu kredit. Sedangkan sisanya, sebanyak 10%, adalah penggunaan transaksi dengan menggunakan kartu debit. Gelaran ini, kata Anggoro, membuat perseroan optimis target penggunaan kartu kredit sampai akhir tahun 2015 mencapai Rp 9,8 triliun.


Per Agustus kemarin, bisnis kartu kredit BNI sudah mencapai Rp 9,4 triliun. Anggoro menuturkan, volume transaksi kartu kredit BNI per bulan sebesar Rp 3,2 triliun. Sampai akhir September, diperkirakan outstanding kartu kredit diperkirakan mencapai Rp 29 triliun. Bank dengan kode emiten BBNI ini menargetkan outstanding kartu kredit pada akhir tahun mencapai Rp 32 triliun.

"Kebutuhan masyarakat untuk travel merupakan penyumbang ketiga terbesar untuk penggunaan kartu kredit. Pertama masih groceries (pembelian barang-barang makanan dan minuman) dan kedua adalah department store. Bisnis kartu kredit kami tahun ini tumbuhnya lebih tinggi daripada pertumbuhan industri," kata Anggoro, Jumat (25/9). Anggoro merinci, porsi kartu kredit terhadap kredit konsumer BNI, mencapai 18% terhadap kredit konsumsi yang saat ini mencapai Rp 53 triliun. Sedangkan, kredit konsumsi BNI memiliki porsi sebesar 20% dibandingkan keseluruhan kredit yang digelontorkan perseroan.

Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bisnis kartu kredit sendiri, kata Anggoro, masih terbilang baik. Per Agustus 2015, NPL kartu kredit BNI berada di level 2,6%. Meski demikian, imbuh Anggoro, angka tersebut telah mengalami kenaikan dibandingkan dengan posisi NPL kartu kredit per Juni 2015 yang berada di posisi 2,4%. Kenaikan NPL bisnis kartu kredit sekitar 20 basis poin itu, kata Anggoro, seiring dengan kenaikan yang terjadi di bisnis kartu kredit secara industri.

"NPL kartu kredit di industri perbankan juga mengalami kenaikan. Menurut kami, NPL di posisi itu masih baik jika dibandingkan dengan spendingnya," ujar Anggoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan