JAKARTA. Penghapusan pajak ganda pada kontrak investasi kolektif dana investasi real estate (DIRE) atau real estate investment trust (REIT) mendapat respons positif sejumlah emiten properti. Beberapa pengembang berniat merilis DIRE, tapi masih menunggu aturan pemerintah terkait penghapusan pajak itu. Yang teranyar, Summarecon Agung (SMRA) mempertimbangkan membatalkan rencana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) anak usahanya, Summarecon Invesment Property setelah pemerintah berniat menghapus pajak berganda DIRE. Perseroan ini mulai mengkaji kemungkinan mencari pendanaan melalui penerbitan DIRE. "Saat ini SMRA masih terus mempelajari alternatifnya sambil menunggu keluarnya aturan resmi dari pemerintah," kata Adrianto Adhi, Direktur Utama SMRA, kepada KONTAN, Selasa (3/11).
Semula, Summarecon Invesment Property berencana IPO akhir tahun ini atau awal tahun depan dengan menjual 20% saham ke publik. Summarecon Invesment Property menunjuk Deutsche Bank, CLSA dan Mandiri Sekuritas sebagai penjamin emisi dan membidik dana US$ 200 juta. Dana hasil IPO untuk ekspansi properti. Sementara, Lippo Karawaci (LPKR) ingin memindahkan dua portofolio DIRE senilai Rp 35 triliun dari Singapura ke Indonesia pada tahun depan. "Pemindahan dilakukan bertahap mulai 2016," kata James Riady, Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group, baru-baru ini. LPKR telah menerbitkan DIRE sejak tahun 2006 di Bursa Singapura. Lippo memilih negara tersebut karena memiliki struktur DIRE yang bagus dan pasarnya lebih likuid. Kala itu, di Indonesia belum ada payung hukum yang lengkap untuk merilis DIRE dan investor domestik belum familiar dengan instrumen ini. DIRE pertama LPKR adalah First Reit. Kemudian, tahun 2007 menerbitkan Lippo Malls Indonesia Retail (LMIR) Trust. Per Juni 2015, aset yang dikelola First Reit mencapai S$ 1,17 miliar, sedangkan per Desember 2014, aset kelolaan LMIR Trust mencapai S$ 1,84 miliar. Meski penghapusan pajak ganda dinilai terlambat, James tetap menyambut baik kebijakan pemerintah. Dia optimistis kebijakan itu mendorong pertumbuhan pasar DIRE di Indonesia. Tiga emiten lain juga menunggu aturan insentif DIRE adalah Intiland Development (DILD), Agung Podomoro Land (APLN) dan Pakuwon Jati (PWON). Mereka menunggu aturan lebih lanjut dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan mengenai detail regulasi itu. Yang terang, mereka menyambut baik penghapusan pajak berganda DIRE karena menjadi salah satu alternatif pendanaan emiten properti. Efek ke sektor properti Rizky Hidayat, analis Mandiri Sekuritas, menilai, penghapusan pajak berganda DIRE berefek positif ke sektor properti. "Ini terbukti dari kenaikan saham properti pasca pengumuman paket kebijakan itu," kata dia. Lantaran kenaikan harga saham properti sudah tecermin pasca pengumuman penghapusan pajak berganda, sentimen selanjutnya tergantung pada aturan detail OJK dan Kementerian Keuangan tentang DIRE. Rizky melihat, banyak emiten yang tertarik menerbitkan DIRE jika aturan detailnya cukup ramah. Menurut dia, emiten yang tepat merilis instrumen investasi adalah pengembang yang memiliki banyak proyek recurring income seperti PWON, LPKR, CTRA, SMRA dan APLN. Kendati demikian, tantangan penerbitan DIRE masih besar. Misalnya, pengembang tentu membutuhkan waktu mengkaji aturan dan menetapkan aset yang akan menjadi aset dasar.
"Di sisi lain, pasar DIRE di Indonesia masih sangat kecil sehingga perlu waktu mengedukasi investor ritel," jelas Rizky. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menambahkan, perlu dua sampai tiga tahun agar pasar DIRE berkembang di Indonesia. Kini mereka enggan menerbitkan DIRE karena ekonomi masih lesu. Sementara tujuan penerbitan DIRE adalah mencari pendanaan untuk ekspansi. "Kalau ekonomi melambat, emiten tak mau ekspansi," ujar Hans. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie