Jenang jaket adalah salah satu makanan khas Purwokerto, Jawa Tengah. Terbuat dari ketan hitam, jenang ini punya banyak penggemar. Tak hanya orang Purwokerto, permintaan jenang juga datang dari TKI dan wisatawan yang datang untuk membeli oleh-oleh. Lebaran adalah masa panen bagi para produsen jenang dan penjual jenang jaket asli Purwokerto.Pernahkah Anda mendengar jenang jaket? Ini adalah makanan khas asal Purwokerto, Jawa Tengah. Konon, penambahan nama jaket untuk menegaskan kalau jenang ini terbuat dari ketan. Produsen jenang ketan di Purwokerto bercerita kalau jaket sejatinya adalah singkatan. Yakni ja untuk jenang dan ket untuk ketan. Ketan yang dipakai untuk jenang jaket adalah ketan hitam. Jenang ini tak hanya digemari pasar domestik, tapi juga digemari oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.Jenang jaket itu laris diborong perantauan Indonesia itu ketika mudik. Mereka membeli jenang jaket itu sebagai buah tangan ketika balik ke negara tempat di mana mereka bekerja. Selain mereka, konsumen rutin jenang ketan adalah wisatawan yang datang ke Purwokerto. Daryanti, produsen jenang jaket, mengaku selalu mendapat pesanan rutin dari daerah tetangga seperti Banyumas. "Terkadang ada pemesan dari daerah lain juga," ujar Daryanti, pemilik usaha jenang jaket bermerek "Jaket Asli" di Purwokerto.Meski tahun 2011 belum habis, Daryanti mencatat ada kenaikan permintaan hingga 50%. Jika tahun lalu, Daryanti memproduksi jenang jaket sebanyak 200 kg per hari. Saat ini, ia sudah memproduksi 300 kg per hari. Dalam sebulan, Daryanti mendulang omzet antara Rp 135 juta hingga Rp 153 juta. "Kenaikan karena ada permintaan dari pembeli lokal," ujar Daryanti yang sudah buka usaha jenang jaket sejak tahun 1991 silam.Daryanti menjual jenang jaket dengan harga beragam. Untuk jenang polos ukuran setengah kilogram (kg) dijual seharga Rp 7.500. Untuk jenang isi durian, wijen, atau nangka dijual lebih mahal dengan harga Rp 8.500 untuk ukuran setengah kilogram.Hingga kini, Daryanti mengaku tidak tertarik menggarap pasar ekspor, meski ia punya pelanggan TKI. Sebab, jenang bikinannya hanya mampu bertahan selama 10 hari. "Jenang jaket saya tidak pakai pengawet," terang Daryanti.Untuk membuat jenang, saat ini, Daryanti dibantu 30 orang karyawan yang bekerja dari pagi hingga sore hari. Karyawan ini membantu pekerjaan operasional seperti di mesin pemarut kelapa dan mesin penggilingan ketan. Karyawan juga bekerja membuat adonan jenang di atas tungku atau kompor. Daryanti bilang, untuk membuat adonan jenang butuh waktu empat jam. Karyawan yang bertugas di adonan, harus terus berada di dekat tungku sambil mengaduk adonan. "Jika tidak, jenang akan gosong," ujarnya memberi penjelasan. Meski mengantongi kenaikan omzet, Daryanti juga harus mengeluarkan dana lebih karena naiknya harga bahan baku jenang yakni ketan, kelapa dan gula. "Harga ketan naik, sekilo sudah sampai Rp 8.000," ujarnya. Sebelumnya, harga ketan hanya Rp 6.000 hingga Rp 6.500 per kilo gram. Menjelang bulan puasa, kenaikan semakin menjadi. Saat ini, harga kelapa juga naik dari Rp 1.000 per butir menjadi menjadi Rp 2.000 per butir.Pada bulan puasa, biasanya Daryanti menurunkan produksi karena penjualannya turun. Saat Lebaran tiba, ia akan mendongkrak kembali produksi, bahkan hingga tiga kali lipat.Kenaikan penjualan saat Lebaran juga dialami Slamet Sudiyono yang berjualan jenang jaket sejak 2007. "Lebaran banyak pemudik yang membeli jenang jaket untuk oleh-oleh," kata Slamet yang mampu meraih omzet Rp 10 juta per bulan itu.Saat ini, Slamet menjual jenang jaket dengan harga Rp Rp 22.000 per kg. Lebih mahal dari Daryanti, lantaran Slamet mengambil jenang dari produsen. Dengan penggemar yang luas, tak hanya masyarakat Purwokerto, jenang banyak diburu untuk kebutuhan seserahan pernikahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pamor jenang ketan asli Purwokerto mulai tersohor
Jenang jaket adalah salah satu makanan khas Purwokerto, Jawa Tengah. Terbuat dari ketan hitam, jenang ini punya banyak penggemar. Tak hanya orang Purwokerto, permintaan jenang juga datang dari TKI dan wisatawan yang datang untuk membeli oleh-oleh. Lebaran adalah masa panen bagi para produsen jenang dan penjual jenang jaket asli Purwokerto.Pernahkah Anda mendengar jenang jaket? Ini adalah makanan khas asal Purwokerto, Jawa Tengah. Konon, penambahan nama jaket untuk menegaskan kalau jenang ini terbuat dari ketan. Produsen jenang ketan di Purwokerto bercerita kalau jaket sejatinya adalah singkatan. Yakni ja untuk jenang dan ket untuk ketan. Ketan yang dipakai untuk jenang jaket adalah ketan hitam. Jenang ini tak hanya digemari pasar domestik, tapi juga digemari oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.Jenang jaket itu laris diborong perantauan Indonesia itu ketika mudik. Mereka membeli jenang jaket itu sebagai buah tangan ketika balik ke negara tempat di mana mereka bekerja. Selain mereka, konsumen rutin jenang ketan adalah wisatawan yang datang ke Purwokerto. Daryanti, produsen jenang jaket, mengaku selalu mendapat pesanan rutin dari daerah tetangga seperti Banyumas. "Terkadang ada pemesan dari daerah lain juga," ujar Daryanti, pemilik usaha jenang jaket bermerek "Jaket Asli" di Purwokerto.Meski tahun 2011 belum habis, Daryanti mencatat ada kenaikan permintaan hingga 50%. Jika tahun lalu, Daryanti memproduksi jenang jaket sebanyak 200 kg per hari. Saat ini, ia sudah memproduksi 300 kg per hari. Dalam sebulan, Daryanti mendulang omzet antara Rp 135 juta hingga Rp 153 juta. "Kenaikan karena ada permintaan dari pembeli lokal," ujar Daryanti yang sudah buka usaha jenang jaket sejak tahun 1991 silam.Daryanti menjual jenang jaket dengan harga beragam. Untuk jenang polos ukuran setengah kilogram (kg) dijual seharga Rp 7.500. Untuk jenang isi durian, wijen, atau nangka dijual lebih mahal dengan harga Rp 8.500 untuk ukuran setengah kilogram.Hingga kini, Daryanti mengaku tidak tertarik menggarap pasar ekspor, meski ia punya pelanggan TKI. Sebab, jenang bikinannya hanya mampu bertahan selama 10 hari. "Jenang jaket saya tidak pakai pengawet," terang Daryanti.Untuk membuat jenang, saat ini, Daryanti dibantu 30 orang karyawan yang bekerja dari pagi hingga sore hari. Karyawan ini membantu pekerjaan operasional seperti di mesin pemarut kelapa dan mesin penggilingan ketan. Karyawan juga bekerja membuat adonan jenang di atas tungku atau kompor. Daryanti bilang, untuk membuat adonan jenang butuh waktu empat jam. Karyawan yang bertugas di adonan, harus terus berada di dekat tungku sambil mengaduk adonan. "Jika tidak, jenang akan gosong," ujarnya memberi penjelasan. Meski mengantongi kenaikan omzet, Daryanti juga harus mengeluarkan dana lebih karena naiknya harga bahan baku jenang yakni ketan, kelapa dan gula. "Harga ketan naik, sekilo sudah sampai Rp 8.000," ujarnya. Sebelumnya, harga ketan hanya Rp 6.000 hingga Rp 6.500 per kilo gram. Menjelang bulan puasa, kenaikan semakin menjadi. Saat ini, harga kelapa juga naik dari Rp 1.000 per butir menjadi menjadi Rp 2.000 per butir.Pada bulan puasa, biasanya Daryanti menurunkan produksi karena penjualannya turun. Saat Lebaran tiba, ia akan mendongkrak kembali produksi, bahkan hingga tiga kali lipat.Kenaikan penjualan saat Lebaran juga dialami Slamet Sudiyono yang berjualan jenang jaket sejak 2007. "Lebaran banyak pemudik yang membeli jenang jaket untuk oleh-oleh," kata Slamet yang mampu meraih omzet Rp 10 juta per bulan itu.Saat ini, Slamet menjual jenang jaket dengan harga Rp Rp 22.000 per kg. Lebih mahal dari Daryanti, lantaran Slamet mengambil jenang dari produsen. Dengan penggemar yang luas, tak hanya masyarakat Purwokerto, jenang banyak diburu untuk kebutuhan seserahan pernikahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News