Pamor Kuliner Sigi Mampu Berkembang Pesat



MOMSMONEY.ID - Citarasa kuliner tanah air memang tak pernah tertandingi. Beberapa waktu lalu, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) menggelar acara Festival Lestari, yang di dalamnya tercakup kegiatan Telusur Rasa Lestari: Jelajah Rasa dan Budaya Kabupaten Sigi.

Program tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi visi ekonomi lestari di level tapak, yang berupaya memanfaatkan potensi alam, keanekaragaman hayati, serta budaya yang dikelola secara berkelanjutan, bersama SDM lokal dalam rangka memaksimalkan potensi ekonomi lestari.

Dalam kegiatan itu, mereka mengundang sejumlah praktisi dalam dunia kuliner yang tergabung dalam Mitra gotong Royong Merangkai Rasa Lestari, yang terdiri dari Cork & Screw (UNION Group), Kaum Restaurant (Potato Head Group), Nasi Peda Pelangi, Masak TV, Kang Duren, dan Parti Gastronomi.


Mereka mencicipi makanan dari dapur masyarakat Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sekaligus mengkreasikan makanan khas daerah tersebut, dan terpukau oleh rasa masakan Sigi yang kaya rasa meski minim bumbu. 

Sakina Ta'ruf, Kepala Bidang Ekonomi Kreatif, Dinas Pariwisata Kabupaten Sigi sangat mengapresiasi kegiatan Telusur Rasa Lestari. Menurutnya, acara seperti ini sangat membantu dalam melestarikan sekaligus mempromosikan kuliner Sigi.

"Apalagi, di tangan para chef yang unjuk kebolehan saat festival, kuliner Sigi bisa tampil lebih mewah dengan rasa yang semakin kaya," ujar Sakina dalam keterangannya ke Momsmoney.

Baca Juga: Sigi Menawarkan Aneka Kuliner Otentik yang Sangat Menarik, Penasaran?

Salah satu masakan yang disajikan dalam acara tersebut adalah karoda kungku, yaitu bubur dari tepung jagung yang dicampurkan dengan suwiran daging ikan mujair. Bumbunya, apa lagi kalau bukan rica dan garam. Endan menyebutkan, masakan khas Sigi itu kini mulai langka dan tak sering lagi dimasak oleh warga Sigi. Menurutnya, masakan tersebut bahkan hampir terlupakan, dan tak banyak generasi muda yang mengenalnya. Kenapa demikian?

Endan, Pengusaha abon ikan mujair ini berpendapat, untuk melestarikan kuliner Sigi, para ibu di Sigi harus mengajarkan cara memasak masakan Sigi kepada anaknya, sehingga resep dan keterampilan memasaknya diwariskan secara turun-temurun. Dengan begitu, masakan Sigi akan terus lestari. Di samping itu, menurutnya sejarah atau kuliner Sigi perlu dimasukkan dalam muatan pelajaran lokal di sekolah.

Sedangkan menurut Nadya Dharmawan (pemilik Warung Gotong Royong Nasi Peda Pelangi), memperkenalkan makanan lokal Sigi harus dilakukan secara pop dan  konsisten, diikuti dengan narasi yang akan melengkapi pengalaman makan tersebut.

Misalnya, diperkenalkan melalui berbagai festival di ibukota dengan tambahan aktivitas seru, seperti lomba makan sate ayam biromaru atau berkolaborasi dengan warung lokal yang menyajikan pengalaman lima panca indra manusia, seperti yang dilakukan di Sehari Rasa Sigi kemarin.

Menanggapi usul tersebut, Sakina bercerita pada November nanti Pemerintah juga berencana menggelar Festival Danau Lindu yang keempat. Acara dua tahunan ini juga akan memamerkan dan memasarkan makanan dan masakan khas Sigi. Masyarakat lokal dan wisatawan dari daerah sekitarnya sangat antusias dengan acara tersebut.

Baca Juga: Potensi Nilai Investasi Bioekonomi di Indonesia Bisa Mencapai US$ 45,4 Miliar

Sakina punya mimpi, kuliner Sigi bisa mengglobal. Sebelumnya, tentu perlu dikenal luas dahulu di Indonesia. Langkahnya terbuka, ketika pada acara 17 Agustus 2020 ada dua hidangan khas Sigi yang disajikan di Istana Negara, yaitu ayam panggang biromaru dan kaledo. Namun, ia menjelaskan, langkah untuk mempromosikan untuk keluar kota masih terhambat. Karena, masakan Sigi berpotensi cepat basi. Sehingga, sulit untuk dikirim ke luar kota.

Sementara itu, Fernando Sindu (Head Chef Cork & Screw) mengamati, ada beberapa produk pangan rumahan yang sebenarnya bisa dikemas ulang lalu dikirim ke luar Sigi.

Misalnya, kecap rempah yang bukan terbuat dari kedelai, melainkan dari kemiri. Rasanya enak dan bisa dipakai untuk beberapa jenis masakan lokal. Begitu juga dengan bumbu merah biromaru, yang meskipun pakai santan, pasti bisa tahan lama dengan pengemasan bertekanan tinggi.

“Sambal dari Desa Lindu juga sangat mungkin dikemas, dibuat seperti sambal kemasan terkenal dari Surabaya. Lebih sedap lagi, jika dicampur dengan suwiran daging ikan mujair asap. Tampilannya jadi seperti sambal roa. Saya yakin, sambal ini bisa masuk pasar dunia,” kata Nando, yang jatuh cinta pada rasa manis legit gula merah asli Sigi.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Besok di Bali, Pantau Wilayah yang Berpotensi Hujan Petir!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Jane Aprilyani