PAN dukung penghapusan sekolah internasional



JAKARTA. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) lantaran bertentangan dengan UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan, merupakan hal yang patut untuk diapresiasi. Menurut Teguh, putusan ini harus menjadi tamparan yang keras bagi Kementerian Pendidikan karena realisasi RSBI di lapangan bertolak belakang dengan konsep awal dibentuknya RSBI. Mantan Wakil Sekretaris Jenderal PAN ini mengatakan, bahwa pada awal dibentuknya RSBI adalah untuk menjadi tolak ukur keberhasilan peningkatan level mutu dan kualitas di dunia pendidikan. Namun, hal tersebut menjadi melenceng dan justru menjadi ajang eksploitasi sekolah untuk menaikkan biaya pendidikan dengan iming-iming mutu pendidikan dan pengajaran RSBI. "Dalam implementasi kita temukan bahwa RSBI justru menjadi ajang eksploitasi. Di mana yang masuk ke sekolah RSBI hanya orang kaya yang mempunyai uang saja. Dan dengan segala hormat, kualitas guru-guru justru berbanding terbalik dengan kualitas standar internasional. Jadi dengan kata lain, konsep yang bagus ini justru implementasi di lapangan menjadi buruk," tutur Teguh di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/1).  Teguh menyayangkan penyimpangan praktik RSBI ini. Sebab, karena penyimpangan praktik ini, anak-anak tidak mampu namun pintar justru tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik. RSBI belakangan hanya didominasi oleh anak-anak orang kaya lantaran biaya sekolah yang mahal, sehingga hanya mereka saja yang mendapatkan kualitas pelayanan sekolah yang bagus. "Seharusnya kualitas pelayanan pendidikan di sekolah yang bagus juga dapat dinikmati oleh anak-anak orang miskin tapi pintar," tegas Teguh. Atas keputusan penghapusan RSBI ini menurut Teguh, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan harus meningkatkan standar kualitas minimum bagi seluruh sekolah di Indonesia. Sekolah-sekolah yang ada di pelosok desa, harus memiliki standar minimum seperti sekolah-sekolah yang ada di kota.  Teguh bahkan mencontohkan setiap sekolah dasar harus memiliki lapangan agar bisa dijadikan tempat bermain dan belajar bagi anak-anak, dan bisa dikatakan sebagai fasilitas sekolah. "Diharapkan ke depan dengan adanya standar minimum itu, satu guru tidak mengajar di lima kelas lagi," pungkas Teguh.  Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah. MK memutuskan RSBI bertentangan dengan UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan. Hal tersebut diungkapkan Ketua MK Mahfud MD dalam pembacaan putusan mengenai RSBI di Gedung MK, Jakarta.  Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.