PAN: Fokus pada kesejahteraan guru



JAKARTA. Pendidikan masih menjadimasalah utama bangsa kita. Salah satu buktinya, hasil survei Programme for International Student Assessment(PISA) 2012 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat kedua terbawah untuk skor matematika dari puluhan negara yang disurvei.Partai Amanat Nasional (PAN) melihat porsi bujet pendidikan yang mencapai 20% dari total belanja negara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seolah-olahtidak berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan kita. Sebab, penyerapan anggaran pendidikan belum dilakukan secara optimal.Viva Yoga Mauladi, Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR, mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang koordinasi, integrasi, serta sinkronisasi dalam merencanakandan mengimplementasikan program pendidikan di Indonesia. Tambah lagi, di tingkat pelaksanaan, pemerintah daerah kurang serius dan konsisten alam melaksanakan program yang telah ditetapkan pemerintah pusat. "Hal-hal seperti itu yang harus dibenahi," katanya.Semestinya, penggunaan anggaran pendidikan harus dilihat secara proporsional. Soalnya, infrastruktur pendidikan dan tunjangan guru merupakan satu kesatuan. Anggaran pendidikan yang sangat besar itu harus digunakan untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya. Misalnya, membangun gedung sekolah di daerah terpencil.Kemudian, anggaran pendidikan juga dipakai untuk meningkatkan kualitas guru yang merupakan kunci implementasi sistem pendidikan. "Karena saat ini guru bukan merupakan profesi pilihan utama. Kita harus mengubah mindset itu," tegas Teguh Juwarno, Wakil Sekjen PAN.Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 15/2005 tentang Guru dan Dosen. Beleid ini mengatur standar pendidikan serta profesionalisme guru dan dosen. Tapi, pelaksanaan dari aturan itu belum sepenuhnya berjalan.Contoh, banyak tunjangan untuk guru yang tidak tersalurkan dengan baik. Guru yang berkualitas pun jumlahnya masih kurang dari 50%. Padahal, UU Guru dan Dosen menjadi dasar tegas untuk menetapkan standar guru yang berkualitas. "Hal ini berhubungan dengan kesejahteraan tenaga pengajar," ujar Teguh.Makanya. partai berlambang matahari ini memberi perhatian khusus pada masalah itu. Kesejahteraan guru bisa tercapai melalui tunjangan yang layak. PAN juga akan menjadikan guru sebagai profesi yang membanggakan. Pemerintah sudah seharusnya memberikan apresiasi yang besar kepada guru.Selanjutnya, tidak kalah penting adalah persoalan pemerataan. Fasilitas pendidikan di kota-kota besar jauh lebih memadai ketimbang di daerah. Meski pun pemerintah saat ini telah menjangkau penduduk miskin dengan membebaskan biaya pendidikan sampai tingkat menengah, masyarakat belum sepenuhnya mendapatkan layanan pendidikan dengan kualitas yang sama. Untuk itu, partai yang berdiri 1998 ini menjanjikan pemerataan standar pelayanan minimal di sekolah di seluruh Indonesia.Partai nomor urut kedelapan peserta Pemilihan Umum 2014 ini juga berjanji bakal fokus dalam mengembangkan sekolah kejuruan. Sejauh ini, rasio siswa SMU dan SMK adalah 60:40. Jika menang, PAN menargetkan jumlahnya naik 30:70. Ya, semoga bukan jargon politik semata.

Program sudah bagus, tinggal implementasiKeinginan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia sebenarnya sudah berjalan selama delapan tahun terakhir. Tapi yang menjadi masalah adalah, implementasi dari program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Sebut saja, program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah serta Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk jenjang pendidikan tinggi. "Kenyataanya masih banyak kebocoran," ungkap Didin S. Damanhuri, pengamat ekonomi politik dari IPB.Begitu juga dengan pendidikan gratis. Di lapangan, masih saja ada pungutan. "Gratis yang dikatakan belum sepenuhnya gratis karena masih banyak terjadi pemungutan biaya," beber Didin. Dengan kata lain, ia bilang, pemerintah tidak betul-betul komitmen dalam menjalankan program pendidikan yang sudah ditetapkan.Satu lagi, sejauh ini belum ada semacam monitoring plan terutama kesesuaian pendidikan dengan pasar kerja. Ditambah, belum ada perencana ketenagakerjaan yang komprehensif.Untuk menciptakan lulusan yang mandiri bukanlah pada masalah rasio jumlah siswa SMA dan SMK. Pasalnya, hal ini bersinggungan dengan minat masyarakat pada pilihan pendidikan. Seharusnya, perlu ada gambaran mengenai kebutuhan tenaga kerja. "Kebutuhan atas lulusan tiap daerah berbeda. Tidak bisa sama semuanya," tegas Didin.Cecep Hidayat, pengamat politik dari Universitas Indonesia, sepakat dengan keinginan PAN yang mendorong jumlah lulusan sekolah kejuruan. Tapi, keinginan ini harus diimbangi inovasi-inovasi agar minat masyarakat ke sekolah kejuruan bertambah. "Kendalanya karena tidak semua pelajar mau ke sekolah kejuruan," jelasnya.Sementara itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu caranya adalah dengan menciptakan guru-guru yang berkompeten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi