Panas dingin perang dagang mulai berdentum



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari ini, Amerika Serikat resmi menabuh perang dagang dengan China. Pemerintah negeri Paman Sam mengenakan tarif impor senilai US$ 34 miliar terhadap produk asal China. AS juga berniat menerapkan kebijakan serupa terhadap sejumlah negara.

Pelaku pasar diperkirakan masih merespons negatif, terlebih di Asia. Jauh sebelum tarif impor diberlakukan, bursa Asia sudah panas dingin.

Kamis (5/7), Shanghai Composite turun 0,92% dan Shenzhen turun 2,20%. Dalam sebulan, kedua indeks bursa Tiongkok itu masing-masing merosot 12,21% dan 14,01%. Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rebound tipis 0,10%, kemarin, namun sebulan terakhir, IHSG sudah tergerus 5,74%.


Analis Semesta Indovest Sekuritas Aditya Perdana Putra mengatakan, dampak perang dagang cukup pelik dan tidak dapat diestimasi akurat. Perang dagang akan menjadi sentimen negatif jangka pendek maupun panjang. Ia memprediksi, IHSG berpotensi ke 5.300. "Yang harus dilakukan Indonesia hanya terus menjaga makroekonomi agar stabil," ujar dia, kemarin.

Namun, analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, penurunan di pasar Asia sudah mulai terbatas dalam lima hari terakhir. IHSG mencoba mempertahankan support psikologis 5.500.

Meski rentan tertekan, masih ada sektor yang berpotensi mendulang keuntungan dari perang dagang ini. Aditya menilai, tak semua saham berpotensi merugi karena perang dagang. Sejumlah saham justru bisa diuntungkan, terutama sektor komoditas.

Menurut Aditya, saham sektor komoditas berfundamental stabil masih bisa dikoleksi, seperti ADRO, MEDC, ANTM, INCO, HRUM, ITMG, LSIP dan AALI. "Apalagi jika fundamentalnya aman dan kejatuhan harga lebih disebabkan panic sell," ujar dia.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar bilang, sektor tambang batubara berpeluang mengambil keuntungan dari perang dagang karena demand masih tinggi. William merekomendasikan beberapa saham pertambangan, seperti INDY, PTBA dan ADRO.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya memaparkan, emiten yang banyak ekspor, seperti PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD), juga bisa diuntungkan. "Barang Indonesia juga bisa bersaing di luar," ujar dia.

Di sisi lain, William Siregar menyebut, sektor yang bersifat durable goods akan kena sentimen negatif, seperti IMAS. Tingginya bunga akan menahan demand kendaraan.

Indra Prasetiya, Head of Dealing Narada Kapital Indonesia, menuturkan, emiten multinasional yang memiliki pasar di luar negeri akan terimbas. Hindari juga emiten yang terkait baja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie