KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) September sudah terperosok ke angka US$ 65,79 per ton. HBA bulan ini sudah lebih rendah dibanding harga domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik yang dipatok sebesar US$ 70 per ton. Dengan kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai bahwa harga patokan US$ 70 per ton itu sudah tidak lagi relevan. "Jadi jangankan dilanjutkan ke tahun depan, sekarang saja kan sudah nggak relevan, harga sudah di bawah," kata Hendra ke Kontan.co.id, Selasa (10/9). Baca Juga: Harga batubara di bawah US$ 70 per ton, harga DMO ke pembangkit direvisi? Tak hanya soal harga, Hendra pun berpandangan bahwa besaran DMO yang dipatok sebesar 25% juga harus dikaji lagi. Menurut Hendra, tujuan dari adanya persentase DMO dan juga patokan harga adalah untuk mengamankan pasokan batubara ke PLN. Di tengah tren harga yang terus menurun ditambah dengan permintaan kondisi pasar global yang melemah, Hendra menyebut bahwa produsen batubara nasional berlomba untuk memasok batubara ke dalam negeri. "Jadi PLN sebenarnya tidak perlu lagi takut kesulitan pasokan," sambungnya. Namun, Hendra mengeluhkan bahwa pelaku usaha batubara tengah tertekan. Ia menyebut, pasokan batubara ke dalam negeri pun tidak mudah. Sebab, lebih dari 80% kebutuhan batubara domestik diserap untuk kelistrikan. Sementara itu, sekitar 90% kebutuhan batubara PLN sudah dipenuhi melalui kontrak dengan delapan perusahaan saja.
Panas lagi, PLN & produsen batubara kembali berseteru soal harga patokan DMO
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) September sudah terperosok ke angka US$ 65,79 per ton. HBA bulan ini sudah lebih rendah dibanding harga domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik yang dipatok sebesar US$ 70 per ton. Dengan kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai bahwa harga patokan US$ 70 per ton itu sudah tidak lagi relevan. "Jadi jangankan dilanjutkan ke tahun depan, sekarang saja kan sudah nggak relevan, harga sudah di bawah," kata Hendra ke Kontan.co.id, Selasa (10/9). Baca Juga: Harga batubara di bawah US$ 70 per ton, harga DMO ke pembangkit direvisi? Tak hanya soal harga, Hendra pun berpandangan bahwa besaran DMO yang dipatok sebesar 25% juga harus dikaji lagi. Menurut Hendra, tujuan dari adanya persentase DMO dan juga patokan harga adalah untuk mengamankan pasokan batubara ke PLN. Di tengah tren harga yang terus menurun ditambah dengan permintaan kondisi pasar global yang melemah, Hendra menyebut bahwa produsen batubara nasional berlomba untuk memasok batubara ke dalam negeri. "Jadi PLN sebenarnya tidak perlu lagi takut kesulitan pasokan," sambungnya. Namun, Hendra mengeluhkan bahwa pelaku usaha batubara tengah tertekan. Ia menyebut, pasokan batubara ke dalam negeri pun tidak mudah. Sebab, lebih dari 80% kebutuhan batubara domestik diserap untuk kelistrikan. Sementara itu, sekitar 90% kebutuhan batubara PLN sudah dipenuhi melalui kontrak dengan delapan perusahaan saja.