JAKARTA. Direktur Utama PT Panca Lumbung Abadi (PLA) Alun Budiman melayangkan gugatan kepada Direktur Utama PT Helmindo Utama, Kang Heung Chur. Alun juga menggugat seorang notaris Nathania Mulyawati Nugraha dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama. PLA menuding Dirut Helmindo tidak mau membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jual beli tanah seluas 8.410 meter persegi dan bangunan pabrik seluas 1.250 meter persegi di Sentul, Jawa Barat. Perkara ini terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan No.93/Pdt.g/2014/Pn.Jkt.Pst pada 28 Februari 2014. Kuasa hukum PLA Zuhriyanto mengatakan pada 17 Juni 2010 di hadapan notaris Nathania telah terjadi jual beli antara kliennya sebagai penjual dengan Kang Heung sebagai pembeli . Akta jual beli tersebut dibuat Nathania atas tanah dan bangunan pabrik milik PLA.
Nah pada 15 Juni 2010, sebelum menghadap Nathania, Zuhri bilang telah terjadi kesepakatan lisan di kantor PLA antara pihak PLA dengan Supraya, orang kepercayaan Dirut Helmindo. Dan pada hari Kamis 17 Juni 2010, sesaat sebelum menghadap Nathania, kesepakatan lisan dibuat kembali antara Alun dengan Kang Young dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham Helmindo. Isi kesepakatan itu adalah bahwa Alun sebagi dirut PLA menerima bersih pembayaran atas jual beli tanah dan bangunan pabrik senilai Rp 5 miliar dari Kang Heung. "Artinya tergugat I menanggung seluruh beban biaya administrasi dan pajak-pajak yang timbul, termasuk tidak terbebas dari pajak PPN," tuturnya, Kamis (21/10). Zuhri mengatakan kesepakatan lisan tersebut dapat mengikat kedua belah pihak dan apabila salah satu pihak mengingkarinya, maka masuk dalam perbuatan melawan hukum (PMH). Nah ia menuding, Kang Heung telah mengingkari kesepakatan tersebut dan melakukan PMH. Soalnya, Dirut Helmindo tidak mau membayar PPN yang menjadi kewajibannya. Atas perbuatan itu, PLA telah mensomasi Kang Heung tapi ia tetap tak bergeming. PLA juga menduga Nathania sebagi notaris telah melakukan persengkongkolan untuk tidak membayar PPN sebagai kewajiban yang melekat pada pembeli tanah dengan membiarkan Kang Heung tidak memenuhi kewajibannya. Karena itu, PLA meminta pengadilan untuk mengesahkan perjanjian lisan tersebut. Selain itu, PLA juga meminta agar harga tanah dan bangunan sebesar Rp 5 miliar yang diterimanya tidak masuk dalam seluruh beban administrasi dan PPN. Sementara PLA, meminta hakim menghukum Kang Heung dan Nathania membayar biaya PPN dan administrasi secara tanggung renteng. Kendati begitu, PLA tidak menyebut berapa nilai PPN dan administrasi yang dimaksud. Kuasa hukum Dirut Helmindo, Sondang Tarida Tampubolon mengatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini karena yang memutuskan perkara pajak adalah pengadilan pajak. "Dasar hukum dalil gugatan tidak jelas, sehingga tidak memenuhi syarat formil," ujarnya seperti dikutip dalam berkas jawabannya.
Ia juga mengagakan pembicaraan lisan yang diklaim PLA sebagai dasar gugatan sangat tidak jelas. Pasalnya hak dan kewajiban masing-masing pihak telah tertuang dalam akta jual beli dan tidak satupun dilanggan kliennya. Sengketa ini telah memasuki pemeriksaan saksi. Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo telah memeriksa saksi dari tergugat pada hari Selasa (21/10). PLA adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi die
casting,
punching,
plating, dan
product manufacturing. Sementara, Helmindo adalah produsen helm dengan merek X-Pot dan Anion. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa