Pandemi memicu kenaikan angka putus sekolah, ini saran dan rekomendasi KPAI



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan fakta, selama pandemi terjadi peningkatan jumlah anak putus sekolah selama masa pandemi 19.  Ada lima alasan yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu karena menikah, bekerja, menunggak Iuran SPP, kecanduan game online dan meninggal dunia. 

Wilayah pantauan adalah  Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma dan Provinsi DKI Jakarta.  Pemantauan di lakukan dengan pengawasan langsung untuk Kota Bandung dan Cimahi, dan wawancara secara online dengan  guru dan Kepala Sekolah jaringan guru Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).  Pemantauan dilakukan pada Februari 2021

Pandemi sudah berlangsung selama setahun, seharusnya pemerintah daerah sudah dapat memetakan permasalahan pendidikan di wilayah mereka Sehingga tidak ada peserta didik yang putus sekolah. “Namun faktanya, KPAI justru menemukan data-data lapangan yang menunjukan angka putus sekolah cukup tinggi, terutama menimpa anak-anak yang berasal dari keluarga miskin,” ungkap Retno Listyarti, Anggota KPAI, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (6/3).   

Menghadapi kenyataan tersebut, KPAI menyarankan negara harus hadir untuk mencegah anak-anak putus sekolah selama pandemik karena masalah ekonomi atau karena ketiadaan alat daring.  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus segera melakukan pemetaan peserta didik yang putus sekolah beserta alasannya. 

Retno meminta Dinas Pendidikan di berbagai daerah harus melakukan pembinaan dan sanksi tegas kepada sekolah-sekolah yang tidak memberikan akses belajar  dan bahkan mengeluarkan peserta didiknya karena menunggak SPP. Pemerintah “Anak-anak dari keluarga miskin adalah kelompok yang paling terdampak selama pandemi, termasuk pemenuhan hak atas pendidikan,” terang Retno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian