Panen berakhir, volume ekspor biji kakao merosot



JAKARTA. Berakhirnya musim panen kakao membuat kinerja ekspor biji kakao pada Oktober 2012 merosot. Jika dibanding September lalu, ekspor kakao turun sebesar 56% dari 21.024,56 metrik ton (mt), menjadi 9.249,69 mt pada Oktober 2012.

Firman Bakrie, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mengatakan, secara komulatif, sepanjang Januari-Oktober, ekspor biji kakao juga menurun dibanding periode yang sama tahun lalu. "Secara akumulasi ekspor sampai Oktober 2012 turun 30,6% dibandingkan periode sama tahun lalu," ujarnya, Jumat (2/11).

Bukan importir lagi


Mengutip data Askindo, akumulasi ekspor biji kakao periode Januari-Oktober itu mencapai 114.748 ton. Menurut Firman, tren penurunan ekspor biji kakao disebabkan mulai berakhirnya musim panen kakao di sejumlah daerah produksi.

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), yakin, tren penurunan volume ekspor biji kakao menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah menerapkan bea keluar (BK) kakao tepat. Bahkan dia memperkirakan, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, Indonesia bukan lagi sebagai eksportir biji kakao dunia. Itu karena tingginya serapan industri hilir kakao dalam negeri yang saat ini sedang berkembang.

Data AIKI menunjukkan, tahun ini, ada empat perusahaan olahan kakao yang tertarik menanamkan investasinya di Indonesia. Keempat perusahaan itu adalah, Nestlé, Indolakto, Unilever, dan Mayora. "Mungkin mulai tahun depan, perusahaan-perusahaan  tersebut dapat beroperasi," kata Sindra.

Dengan masuknya empat investor baru industri hilir kakao, Sindra berharap penyerapan biji kakao dalam negeri terus bertambah. Asal tahu saja, selama ini industri olahan kakao di Indonesia masih dalam bentuk setengah jadi seperti cocoa butter dan cocoa powder.

Apalagi, berdasarkan hitungan AIKI, produksi biji kakao di dalam negeri masih lebih banyak dibanding kebutuhan industri. Dengan produksi kakao sebanyak 500.000 ton pada tahun ini, diperkirakan kebutuhan industri pengolahan kakoo hanya 400.000 ton.

Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan bilang, kinerja ekspor kakao olahan semenjak penerapan BK menunjukkan peningkatan. "Volume ekspor kakao olahan tumbuh baik," kata Bayu.

Kemdag mencatat, volume ekspor kakao olahan sepanjang Januari-Agustus mencapai 133.900 ton, naik 52,1% dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya 88.000 ton. Sedangkan nilai ekspor kakao olahan pada periode yang sama naik 20% dari US$ 339 juta tahun lalu menjadi US$ 407 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can