JAKARTA. Petani gabah sedang sumringah. Pasalnya, panen gadu alias panen di luar musim hujan yang berlangsung mulai Juli kemarin menunjukkan hasil yang menggembirakan. Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan, meskipun terjadi gagal panen atau puso di beberapa tempat, namun secara total panen gadu gabah kering panen (GKP) yang akan berlangsung hingga Septemberini bisa mencapai sekitar 27,44 juta ton atau 40% dari angka ramalan (Aram) II yang mencapai 68,6 juta ton. Selain volume yang baik, harga GKP di tingkat petani juga sudah sangat tinggi, bahkan ada mencapai Rp 4.000 per kilogram (kg) tergantung varietasnya.
Rachmat Pambudi, Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) membenarkan tren harga GKP yang meningkat. Namun, menurut Rachmat, harganya berada di kisaran Rp 2.800-Rp 3.400 per kg. Kenaikan harga GKP juga mendongkrak harga gabah kering giling (GKG). Saat ini, harga GKG di tingkat petani berkisar Rp 4.300-Rp 4.500 per kg. Bahkan, harga GKG sempat menyentuh Rp 4.600 per kg di pertengahan Juli lalu. Namun, karena pasokan bertambah membuat harga ini terkoreksi. HPP meningkat Meski petani bersenang, namun di sisi lain, perbaikan harga gabah membuat Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) makin kesulitan menyerap gabah petani. Pasalnya, hingga Juli kemarin, pemerintah hanya mematok harga pembelian pemerintah (HPP) GKP sebesar Rp 2.640 per kg dan GKG Rp 2.685 per kg. Karena itu, agar Bulog bisa menyerap gabah petani, pemerintah harus menyesuaikan HPP dengan kenaikan harga tersebut. "Kondisi ini mungkin disebabkan oleh adanya penimbun, mungkin karena harganya yang sudah tinggi," kata Winarno kemarin. Ia memperkirakan, dengan keadaan tersebut, Bulog tidak bisa memenuhi target pengadaan beras dalam negeri tahun ini hingga mencapai 3,5 juta ton. Khusus panen gadu yang sebesar 27,44 juta ton GKP, Winarno memperkirakan Bulog hanya mampu menyerap sekitar 200.000 ton GKP. Sementara dari hasil panen raya yang berlangsung hingga Juni lalu, Winarno memperkirakan Bulog hanya bisa menyerap 1,3 juta ton GKP.Rachmat pun mengamini kondisi Bulog yang sulit menyerap GKP petani. Ia memandang, dengan HPP yang di bawah harga pasar, maka tak heran jika Bulog harus mengimpor beras. Meskipun demikian, Rachmat yakin impor beras dari Vietnam dan Thailand yang masuk pada masa panen gadu ini tidak akan mengganggu harga gabah di tingkat petani. Dengan catatan, beras impor ini digelontorkan untuk beras miskin (raskin) saja. Menurut rencana, Bulog akan mengimpor beras dengan patahan 15% sebanyak 500.000 ton dari Vietnam. Dari jumlah tersebut, sebanyak 173.950 ton akan masuk pada 10 September mendatang.
Agar bisa meningkatkan daya serap gabah lokal, Rachmat berharap pemerintah dapat meningkatkan HPP. "Kebijakan fleksibilitas HPP tak cukup meningkatkan daya serap Bulog. Sebaiknya pemerintah menaikkan HPP hingga Rp 4.000 per kg selama enam bulan," tuturnya. Dengan meningkatkan HPP, ia berharap produktivitas lahan pertanian bisa meningkat. Dengan begitu, maka cadangan pangan bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Terkait dengan kenaikan harga gabah, Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Bulog optimistis Bulog masih bisa menyerap beras sebesar 150.000 ton per bulan. Ia yakin target ini bisa tercapai lantaran Bulog sudah menaikkan HPP GKG sekitar Rp 750 per kg dari HPP GKG yang sebesar Rp 3.345 per kg. "Penyerapan Bulog rata-rata mencapai 5.000 ton beras per hari, itu setelah harga beli beras kami tingkatkan 20% di atas HPP dan gabah 22% di atas HPP," kata Sutarto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini