Panen raya tak kunjung datang, produksi kopi terancam berkurang



JAKARTA. Kekhawatiran akan menurunnya produksi kopi nasional pada tahun ini mulai menuai bukti. Pasalnya, panen raya kopi nasional hingga penghujung Juni ini tak kunjung terlaksana.

Ketua Umum Forum Kopi Sumatera Utara, Sabam Malau mengungkapkan, panen raya kopi sejatinya jatuh pada periode Maret-Mei. "Sayangnya, sampai saat ini saya belum melihat tanda-tanda panen raya, baru panen biasa saja, " ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (28/6).

Kondisi itu berimbas mandeknya produksi kopi di beberapa daerah. Di Sumut misalnya, produksi kopi di sana dari Maret hingga sekarang ditaksir kurang dari 5.000 ton per bulan. Padahal jika terjadi panen raya, produksi kopi di sana bisa lebih dari 10.000 ton per bulan.


Sabam menduga ada 3 faktor yang menyebabkan panen raya tak kunjung datang. Pertama, faktor cuaca yang belum sepenuhnya pulih. Pada saat memasuki masa panen, perkebunan kopi membutuhkan cuaca panas. Masalahnya, pada Maret-Mei kemarin, daerah-daerah perkebunan kopi seperti di Sumut masih diguyur hujan. Kondisi ini berimbas pada rontoknya biji kopi yang sebenarnya siap untuk dipanen. Kedua, serangan hama penggerek buah kopi (PBKO) masih tinggi. Sabam bilang, akibat hujan yang masih mengguyur dari awal tahun, serangan hama menjadi sulit diberantas. Hama berwujud kutu yang menggerogoti biji kopi ini memang menjadi musuh utama petani kopi di beberapa daerah. Jika hama ini menyerang biji kopi yang masih muda, maka biji itu akan langsung rontok. Jika yang diserang adalah biji kopi tua, maka biji itu dari luar kelihatan bagus tapi sudah tidak memiliki isi lagi. Serangan hama PBKO ditaksir bisa menggerus produksi kopi hingga 30%. Sabam mengilustrasikan, saat ini dari 100 biji kopi arabika yang dipanen, biasanya sekitar 31-35 biji terserang hama . Biji-biji yang terserang itu otomatis tidak dapat dijual petani karena kualitasnya sangat buruk. "Dampaknya sangat besar pada produksi kopi," tuturnya. Kondisi itu diperparah dengan banyaknya pohon kopi yang sudah berusia tua yaitu di atas 20 tahun. Hal ini kian memberi jalan pada hama PBKO untuk menyerang tanaman kopi. Maklum saja, tanaman kopi yang berusia tua lebih rentan terhadap serangan hama PBKO. Sabam bilang, pemerintah sebenarnya sudah memiliki program untuk memberantas serangan PBKO, semisal program penyemprotan jamur penangkal PBKO. Sayangnya, program itu hanya menjangkau sebagian kecil perkebunan kopi. Imbasnya, wilayah kekuasaan hama PBKO masih sangat luas.

Angka produksi akan menurun

Melihat kondisi itu, Sabam pesimistis panen raya kopi pada tahun ini akan terlaksana. Hal ini akan berimbas pada penurunan produksi kopi baik di Sumut maupun secara nasional. Di Sumut misalnya, produksi kopi bakal turun 16% ke angka 50.000 ton. "Padahal biasanya produksi kami bisa mencapai 60.000 ton per tahun," keluh Sabam. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Gamal Nasir mengakui, produksi kopi nasional tahun ini juga akan ikut terkoreksi sekitar 10%-20%. Pada tahun 2010, produksi kopi nasional sebanyak 600.000 ton. Kementan sebenarnya menargetkan produksi kopi tahun 2011 bisa mencapai 709.000 ton. "Namun melihat kondisi cuaca dan hama, produksi 2011 bisa turun 10%-20% dari tahun 2010 lalu," jelasnya. Gamal bilang, Kementan jelas tidak bisa berbuat lebih banyak kalau cuaca buruk masih menggelayuti Indonesia. Walhasil, penurunan produksi kopi nasional tidak akan terelakkan lagi. Kementan, sejauh ini, sudah berupaya mengerem penurunan produksi dengan mengadakan program pemberantasan hama. Kementan telah mengucurkan dana bantuan kepada para petani kopi di beberapa daerah untuk memberantas hama itu. Namun, ia mengakui dana bantuan dan program pemberantasan hama itu tidak dapat menjangkau semua daerah. Pasalnya, Kementan terhambat oleh ketersediaan dana yang memang terbatas. Untuk itu, Gamal mengajak pemerintah daerah untuk bahu-membahu memberantas serangan hama itu. "Ini bukan tanggungjawab pusat saja, daerah juga harus ikut membantu agar serangan hama bisa diberantas," tandas Gamal kepada KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: