Pangan kita banyak mengandung dollar



JAKARTA. Efek rupiah yang lemah bukan hanya membuat pening pengusaha. Ibu-ibu rumah tangga juga kelimpungan dibuatnya. Maklum,  komponen dollar AS dominan dalam bahan pakan kita yang mayoritas mengandalkan impor.

Dalam catatan Kementerian Pertanian (Kemtan), impor memenuhi separuh kebutuhan komoditas pangan nasional. Kebutuhan jagung untuk pakan ternak yang mencapai 8 juta ton per tahun, misalnya, separuhnya harus ditutupi dari impor. Juga kebutuhan kedelai sebanyak 2,2 juta ton per tahun, 56% di antaranya harus diimpor dari sejumlah negara di kawasan Amerika.

Yang tak kalah serius, kebutuhan daging sapi yang dalam setahun yang sebanyak 640.000 ton, sebanyak 35% diasup dari impor. Juga bawang putih dari total kebutuhan 400.000 ton setahun, 95% di antaranya ditutup dari impor.


Memang, harga komoditas di pasar dunia sedang turun. Tapi, gara-gara depresiasi rupiah, harga komoditas pangan impor naik 3%-5% di Indonesia.

Tak hanya konsumen yang waswas. Pebisnis bahan pangan juga dag-dig-dug-der.

Para peternak ayam, misalnya. Prediksi Desianto Budi Utomo, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), harga pakan naik lagi jika rupiah terus melemah. "Dari awal tahun, harga sudah naik Rp 300 per kilogram (kg). Kalau rupiah melemah lagi, harga pakan bakal naik lagi," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (7/6).

Nasib usaha tahu tempe segendang sepenarian. Aip Syarifudin, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) bilang, harga kedelai dari Amerika Serikat sejak tahun lalu memang cenderung stabil di posisi US$ 400 per metrik ton (MT). Saat rupiah berkisar Rp 11.800, harga kedelai di pasar Rp 7.400 per kg. Namun, begitu rupiah bertengger di Rp 13.000, kedelai impor pun naik menjadi Rp 8.500 per kg.

Harga daging sapi siap naik.  Menurut Asosiasi Importir Daging Sapi (Aspidi) , kenaikan harga daging sapi setahun ini bisa 20%. Hitung saja. Kini  importir membeli daging impor seharga Rp 88.000 per kg.  Ada bea masuk sekitar 10%, plus margin 10%. Dus, harga daging sapi dari importir atau dari tangan pertama mencapai Rp 98.000 per kg.

Nah, potensi kenaikan harga bahan pangan ini bisa bikin runyam. Selain mendorong inflasi, kenaikan harga pangan kian melemahkan daya beli masyarakat.

Oleh karena itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, berharap Bank Indonesia dan pemerintah bahu-membahu mengangkat otot rupiah. "Jika tidak segera ditangani, masyarakat menderita karena harga pangan mahal," kata Achmad Widjaya, Wakil Ketua Komite Tetap Kadin.

Repotnya, mengandalkan produksi dalam negeri yang selama ini diikrarkan pemerintah belum jadi solusi jangka menengah. Selain belum mampu swasembada pangan,  potensi El Nino menjadi ancaman berikutnya terhadap ketahanan pangan. Apa jadinya jika El Nino dan kekuatan dollar bersatu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto