Pangkas proyek besar



Upaya efisiensi memang menjadi solusi yang tepat. Apalagi target proyek listrik 35.000 megawatt sudah  tidak sesuai pertumbuhan energi listrik di Indonesia cenderung melambat.

Di Jawa dan Bali, hanya tumbuh 2% dari yang dicanangkan pada waktu membangun 35.000 megawatt sebesar 7%. Jadi, meskipun ekonomi kita tumbuh 5%, penyerapan energi listrik hanya tumbuh 2%. Sehingga ketika membangun 35.000 megawatt, kita akan oversupply, tidak bisa dijual. Itu kesalahan pokok pada waktu PLN mengambil keputusan prediksi demand sebesar 7%. PLN tidak mengantisipasi banyak hal.

Saat ini, pertumbuhan energi rumah tangga minus 1%. Jadi karena pertumbuhan energi listriknya terlambat, mau dikemanakan produksi listrk sebesar itu?


Menurut saya, melambatnya pertumbuhan energi listrik Indonesia lantaran pertumbuhan ekonomi kita berkisar 5%. Masyarakat golongan menengah ke atas juga memilih menyimpan uang di bank karena ketakutan menghadapi kondisi 2019, tahun politik yang dianggap banyak ketidakpastian.

Jadi lebih baik mereka menyimpan uang ketimbang membelanjakan, sehingga produksi tidak jalan akibat permintaan melambat. Hal ini kemudian membuat pertumbuhan energi listrik hanya 2%. Padahal pemerintah mencanangkan  7%.

Jadi, menurut saya, proyek listrik 35.000 megawatt itu harus dipangkas dari target semula. Sebab, tak sedikit  anggaran  negara yang tersedot habis-habisan untuk mendanai proyek tersebut.

Tidak masuk akal PLN bisa mencapai 35.000 megawatt tahun 2019. Pada saat itu Bank Dunia menyatakan pertumbuhan energi Indonesia hanya 4,7%. Apabila pertumbuhan ekonomi sesuai prediksi  Bank Dunia, paling besar hanya 12.000 megawatt di 2019, bukan 35.000 megawatt. Lalu menyusul 20.000 megawatt, baru 35.000 megawatt dalam lima tahun.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi