JAKARTA. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin kondisi ini yang menimpa saham PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) pada hari ini (9/1). Setelah mendapat suspensi atau penghentian saham perdagangan sementara dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 11 Desember 2013 hingga 8 Januari 2014, saham GTBO yang akhirnya kembali diperdagangkan, justru mendapat tekanan jual begitu besar dari para investor. Adapun, tekanan jual ini menyebabkan, saham GTBO turun 24,84% menjadi Rp 1.165 dari harga sebelumnya Rp 1.550.Sebelumnya, BEI menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham GTBO pada 12 Desember lalu, lantaran lonjakan harga kumulatif saham GTBO yang tinggi. Misalnya, pada 2 Desember lalu, saham GTBO ada di level Rp 560 per saham. Akan tetapi, pada 11 Desember, saham GTBO naik 177% ke level Rp 1.550 per saham.Lanjar Nafi Taulat Imbrahimsyah, analis Reliance Securities mengatakan, ada beberapa penyebab harga saham GTBO bisa anjlok begitu besar. Salah satunya, investor cenderung waspada dengan suspensi yang cukup lama. Di samping itu, harga komoditas batubara yang juga turun ikut memicu aksi jual ini. " Saat sahamnya dibuka, harga batubara sedang jelek. Semua investor ikut panic selling," ujarnya.Setiawan Efendy, analis Phintraco Securities menambahkan, pelemahan saham ini juga terjadi akibat efek psikologi pasar, dari perubahan fraksi. "Perubahan fraksi bisa jadi salah satu penyebabnya. Susunan bid tak ada, sehingga potensi penurunan sangat gampang terjadi," paparnya.Adapun, dari segi fundamental, kinerja perusahaan GTBO juga tak terlalu menawan. Sebelumnya, GTBO sempat mengumumkan adanya pembatalan kontak jual-beli batubara antara perusahaan dengan Agrocom Ltd, perusahaan asal Timur Tengah. Hal ini sempat berdampak jelek bagi harga saham GTBO.Sementara, Reza Nugraha, analis MNC Securities mengatakan, tekanan jual yang tinggi dari investor disebabkan aksi profit taking dari harga saham GTBO yang sebelumnya sudah cukup tinggi. "Investor sebelumnya sudah mengalami keuntungan, sehingga mereka memanfaatkan kenaikan yang sudah tinggi, dengan profit taking," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Panic selling, saham GTBO anjlok 25%
JAKARTA. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin kondisi ini yang menimpa saham PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) pada hari ini (9/1). Setelah mendapat suspensi atau penghentian saham perdagangan sementara dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 11 Desember 2013 hingga 8 Januari 2014, saham GTBO yang akhirnya kembali diperdagangkan, justru mendapat tekanan jual begitu besar dari para investor. Adapun, tekanan jual ini menyebabkan, saham GTBO turun 24,84% menjadi Rp 1.165 dari harga sebelumnya Rp 1.550.Sebelumnya, BEI menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham GTBO pada 12 Desember lalu, lantaran lonjakan harga kumulatif saham GTBO yang tinggi. Misalnya, pada 2 Desember lalu, saham GTBO ada di level Rp 560 per saham. Akan tetapi, pada 11 Desember, saham GTBO naik 177% ke level Rp 1.550 per saham.Lanjar Nafi Taulat Imbrahimsyah, analis Reliance Securities mengatakan, ada beberapa penyebab harga saham GTBO bisa anjlok begitu besar. Salah satunya, investor cenderung waspada dengan suspensi yang cukup lama. Di samping itu, harga komoditas batubara yang juga turun ikut memicu aksi jual ini. " Saat sahamnya dibuka, harga batubara sedang jelek. Semua investor ikut panic selling," ujarnya.Setiawan Efendy, analis Phintraco Securities menambahkan, pelemahan saham ini juga terjadi akibat efek psikologi pasar, dari perubahan fraksi. "Perubahan fraksi bisa jadi salah satu penyebabnya. Susunan bid tak ada, sehingga potensi penurunan sangat gampang terjadi," paparnya.Adapun, dari segi fundamental, kinerja perusahaan GTBO juga tak terlalu menawan. Sebelumnya, GTBO sempat mengumumkan adanya pembatalan kontak jual-beli batubara antara perusahaan dengan Agrocom Ltd, perusahaan asal Timur Tengah. Hal ini sempat berdampak jelek bagi harga saham GTBO.Sementara, Reza Nugraha, analis MNC Securities mengatakan, tekanan jual yang tinggi dari investor disebabkan aksi profit taking dari harga saham GTBO yang sebelumnya sudah cukup tinggi. "Investor sebelumnya sudah mengalami keuntungan, sehingga mereka memanfaatkan kenaikan yang sudah tinggi, dengan profit taking," tambahnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News