KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) cetak kinerja moncer di paruh pertama tahun ini. Bank pelat merah ini mencatatkan
net interest income (NII) sebesar Rp 23,9 triliun di kuartal II-2021 atau naik 3,3% secara kuartalan. Perolehan tersebut membuat NII BBRI menjadi Rp 47,1 triliun di semester I-2021. Realisasi tersebut melesat 29,2% secara tahunan atawa year on year (yoy).
Head of Research Panin Sekuritas Nico Laurens mengatakan, kinerja positif BBRI tersebut didorong oleh tiga faktor utama. Pertama, meningkatnya
net interest margin (NIM) ke 7%.
Kedua, tren positif dari pertumbuhan kredit yang didorong oleh segmen mikro. Ketiga,
low base effect di tahun sebelumnya.
Baca Juga: Sektor properti membaik, BRI (BBRI) akan naikkan targetkan pertumbuhan KPR tahun ini Namun, Nico mengingatkan, angka NIM tersebut berpotensi hanya sementara mengingat manajemen BBRI menginformasikan bahwa NIM akan mengalami penurunan 6,7% di 2021. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian mengenai kondisi ekonomi, khususnya dari perpanjangan PPKM, serta terbatasnya ruang pemangkasan
cost of fund. Adapun, dari sisi
bottom line, BBRI secara kuartalan mencatatkan perlambatan 17,2% karena hanya membukukan laba bersih Rp 5,7 triliun di kuartal kedua. Dengan perolehan tersebut, maka laba bersih perbankan pelat merah ini menjadi Rp12,5 triliun di semester I-2021 atau naik 22,9% yoy. Nico bilang, perolehan laba bersih BBRI masih di bawah estimasi Panin Sekuritas dan konsensus karena baru memenuhi masing-masing 41,7% dan 40,9% dari proyeksi tahun ini. Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran masih tingginya beban provisi, yang tercatat sebesar Rp 9 triliun di kuartal II-2021. Nilai itu setara dengan
cost of credit (CoC) sebesar 4,1% di paruh pertama tahun ini. “Hal ini dilakukan BBRI untuk menjaga
loan at risk (LAR)
coverage di 30% di mana saat ini berada di 31%. Namun patut dicermati bahwa, manajemen memperkirakan bahwa CoC akan turun ke level 3,5%-3,7% hingga akhir tahun di mana
guidance sebelumnya di kisaran 3,1%,” tulis Nico dalam riset yang dirilis 10 Agustus lalu. Lebih lanjut, dia bilang, masih akan ada peluang bagi BBRI untuk mencatatkan pertumbuhan kredit ke depan. Adapun, pertumbuhan kredit meningkat ke Rp 929 triliun atau 1,7% secara kuartalan yang masih didorong oleh segmen kredit mikro. BBRI juga berhasil menurunkan
cost of fund menjadi 2,2% dari sebelumnya 3,2% pada semester I-2020. Kendati begitu, Nico melihat ke depannya ruang penurunan CoF akan lebih terbatas.
Pada tahun ini, Panin Sekuritas memproyeksikan NII BBRI mencapai Rp 81,31 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 30,1 triliun.
Nico meyakini outlook ekonomi ke depan masih akan tetap positif, khususnya untuk perbaikan di segmen UMKM yang didorong oleh dukungan regulasi dan juga bantuan dana dari pemerintah melalui program PEN. Sehingga, secara umum Nico masih merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga Rp 4.900 per saham. “Kinerja BBRI masih akan didorong oleh: risiko restrukturisasi kredit yang relatif terjaga, akselerasi digital yang akan memperkuat
lending & funding perusahaan, membaiknya NIM, hingga provisi yang kuat untuk mengantisipasi potensi
loss rate,” tutup Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari