Panja DPR himpun data kebakaran hutan



JAKARTA. Panitia Kerja (Panja) Kebakaran Hutan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai menelusuri kecurigaan adanya ketidakberesan dalam penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) bagi perusahaan yang menjadi tersangka pembakar hutan. Untuk tahap awal, Selasa (20/9) kemarin, Panja memanggil DPRD Riau dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk dimintai keterangan.

Ketua Panja Kebakaran Hutan Komisi III DPR Benny K. Harman mengatakan, Panja akan mengawal kasus dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. "Kami bersama-sama berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini," ungkapnya, Selasa (20/9).

Dalam rapat kemarin, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Noviwaldy Jusman menyatakan, DPRD Riau telah membentuk panitia khusus (pansus) kebakaran hutan sejak tahun 2015. Menurutnya, berdasarkan temuan pansus ada 571 perusahaan yang memiliki lahan kelapa sawit di Riau. Dari jumlah itu, hampir semuanya melanggar ketentuan. misalnya mengelola atau menanami lahan di luar (melebihi) izin yang diberikan.


Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Zenzi Suhadi bilang, keputusan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) bagi 15 perusahaan tersangka pembakar hutan sangat janggal. Sebab, kepolisian hanya menyatakan SP3 itu dilakukan lantaran tidak diketahuinya pelaku pembakaran, lahan terbakar di luar lahan korporasi yang merembet ke lahan korporasi, serta adanya sengketa lahan.

Padahal, kata Zenzi berdasarkan PP No 45/2004 tentang Perlindungan Hutan, korporasi harus bertanggungjawab atas kebakaran hutan yang disebabkan atas perbuatannya sendiri maupun pihak lain. Ia juga mengkritisi adanya sengketa lahan sebagai alasan SP3 kasus ini. "Kalau memang terjadi sengketa lahan, kenapa dulu izinnya bisa turun? Ini yang harus diselidiki," katanya.

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo mendorong adanya pengadilan lingkungan ad hoc agar terjadi lagi SP3.

Anggota Panja Kebakaran Hutan DPR Masinton Pasaribu bilang, Panja harus membuka kekuatan besar di balik kasus ini. "Kami melihat bagaimana modus pengelolaan hutan ini kemanfaatannya sedikit sekali untuk masyarakat. Kekuatan besar di balik ini harus dihentikan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia