Pansel KPK harus bisa baca peta politik



JAKARTA. Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) disarankan membuat peta politik DPR RI untuk memastikan calon terbaik yang terpilih sebagai komisioner KPK. Pemetaan dianggap perlu mengingat DPR merupakan lembaga politik.

"Perlu mapping Komisi III DPR, ini perlu karena di sana lembaga politik," kata Sekretaris Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Benny Susetyo, dalam pertemuan bersama Pansel KPK, di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (9/6) malam.

Benny menuturkan, ada kepentingan yang sama antara calon Pimpinan KPK dengan anggota Komisi III DPR yang melakukan uji kelayakan dan uji kepatutan. Calon Pimpinan KPK ingin terpilih, sedangkan anggota Komisi III ingin dirinya dan partai politiknya terhindar dari sentuhan KPK.


"Maka harus dibuat warning system, libatkan media agar itu tidak terjadi," kata dia.

Lebih jauh, Benny menyarankan agar Pansel memublikasikan daftar calon Pimpinan KPK yang diajukan pada Presiden Joko Widodo berdasarkan peringkat penilaiannya. Tujuannya, agar tercipta kontrol yang lebih dalam, supaya DPR memilih pimpinan KPK berdasarkan peringkat penilaian dan bukan alasan politik.

"Jadi publik bisa tahu kalau DPR memberikan penilaian di luar itu. Apakah diperbolehkan menyampaikan ranking mereka? Itu bukan rahasia negara," ujar Benny.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Ia meminta partai politik tidak mengganggu kinerja Pansel KPK dalam menjaring calon pimpinan KPK yang berkualitas.

"Saya minta tidak ada yang berusaha mengganggu para srikandi ini, khususnya partai politik yang boleh jadi punya kepentingan dengan menaruh orang di KPK," kata Din.

Pendaftaran calon Pimpinan KPK dimulai pada 5-24 Juni 2015. Selanjutnya, Pansel akan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan masukan atas nama-nama pendaftar pada 27 Juni-26 Juli 2015. Pansel akan menyeleksi dengan tes pembuatan makalah hingga tes wawancara.

Sebanyak delapan nama akan dipilih dan kemudian diserahkan ke Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus 2015. Presiden lalu akan meneruskan nama-nama itu ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie