Pansus Pelindo II: Potensi kerugian negara Rp 36 T



JAKARTA. Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II menyatakan telah menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 36 triliun dalam penelusurannya.

Potensi kerugian tersebut bersumber dari perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) hingga 2039, yang haknya diberikan kembali kepada Hutchinson Port Holding (HPH).

Padahal, sedianya kontrak pengelolaan tersebut berakhir di tahun 2019 dan setelah itu JICT secara penuh menjadi milik negara.


"Potensi kerugian negara dapat mencapai Rp 36 triliun akibat perpanjangan kontrak tersebut," ujar Ketua Pansus Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka.

Rieke melanjutkan, dari fakta hukum yang ada, perpanjangan kontrak tersebut bahkan tanpa persetujuan RUPS (pemegang saham), termasuk Menteri BUMN. Namun, direksi tetap memproses perpanjangan JICT.

Selain itu, PT Pelindo II juga menerbitkan global bond (surat utang bervaluta asing) sebesar Rp 21 triliun. Penerbitan global bond itu sedianya untuk untuk membiayai pembangunan Kali Baru (NPCT 1), Pelabuhan Sorong, Kijing, Tanjung Carat dan car terminal.

Namun, proyek-proyek seperti Pelabuhan Sorong, Kijing dan Tanjung Carat belum bisa dilanjutkan akibat persoalan administrasi yang belum beres.

Hal ini menjadi fakta bahwa global bond yang telah dilakukan tidak melalui perhitungan yang matang. Akibatnya, Rieke menambahkan, pihak Pelindo II sekarang terbebani bunga hutang (di luar pokok hutang) sebesar Rp 1 triliun per tahun.

Pembayaran bunga tersebut diambil dari laba PT Pelindo II yang juga berasal dari anak perusahaan, bukan dari hasil pengembangan dana global bond.

"Artinya, ada indikasi kerugian negara yang bisa dipastikan sebesar Rp 1 triliun per tahun," tutur Rieke.

Karena itu, Rieke meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera menyelesaikan audit investigasi terkait PT Pelindo II yang telah diminta Pansus Pelindo II sejak 16 November 2015.

"Saya yakin pimpinan dan anggota BPK terpilih karena profesionalisme dan kemampuannya dalam melakukan pemeriksaan keuangan. Sehingga ke depan, termasuk dalam melakukan audit investigatif tidak akan sembrono," tutur Rieke. (Rakhmat Nur Hakim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia