JAKARTA. Panitia Khusus (Pansus) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti keganjilan terkait perpanjangan kontrak konsesi dari Jakarta International Container Terminal (JICT). Pansus menilai bahwa perpanjangan kontrak JICT yang dilakukan oleh Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding (HPH) telah menyalahi aturan main terkait batas maksimal kepemilikan asing di bidang usaha pelayaran. Ketua Pansus Pelindo II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan, bidang usaha pelayaran yang terbuka untuk penanaman modal maksimal kepemilikan saham yang diperbolehkan oleh asing hanya sebesar 49%.
Namun, dalam kenyataannya hingga saat ini porsi saham JICT mayoritas masih dimiliki oleh HPH. Dari dokumen yang dimiliki Pansus, saham di JICT terbagi dalam tiga kepemilikan, yakni sebesar 51% dikuasai oleh HPH, 48,9% dimiliki Pelindo II dan 0,1 koperasi pegawai. Bahkan, menurut Rieke berdasarkan hasil rapat dengan beberapa pihak lain mengenai Pelindo II sebelumnya ada yang menyarankan adanya tindakan dari BKPM tentang ketidakpatuhan aturan tersebut. "Menyarankan Pelindo II dikenakan sanksi be BKPM karena kepemilikan saham (asing) lebih dari 49%," kata Rieke, akhir pekan lalu. Anggota Pansus Pelindo II Masinton Pasaribu mengatakan, seharusnya Dirut Pelindo II tidak gegabah dalam proses perpanjangan konsesi JICT tersebut. Dalam UU tentang Pelayaran juga disebutkan bahwa penyelenggara pelabuhan dipisahkan antara regulator dan operator, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan harus atas dasar perizinan dari Kementerian Perhubungan (Kemhub). Menteri Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pihaknya memberikan izin prinsip atas perpanjangan konsesi JICT kepada Pelindo II namun dengan syarat-syarat yang merujuk pada surat Kemhub ke Menteri BUMN. Sekadar catatan, surat tersebut mengatakan agar, seluruh Pelindo yang masa kontraknya sudah habis untuk tidak dikerjasakan dengan pihak luar negeri. "Kami minta direksi (Pelindo II) perhatikan surat Menhub," kata Rini. Namun sayang, walau sudah mendapat penolakan dari beberapa pihak namun kenyataannya proses perpanjangan konsesi JICT tetap dilakukan oleh pihak Pelindo. Perpanjangan masa konsesi tersebut waktunya hingga tahun 2039. Baru-baru ini juga diketahui bila persetujuan BKPM terkait perubahan anggaran dasar dan pemegang saham JICT masih menggantung dan belum kelar. Hal ini tidak lain karena besaran saham pihak asing yang melebihi ambang batas yang ditentukan.
Direktur Utama Pelindo II RJ Lino mengatakan, saat ini proses negosiasi kontrak pengelolaan JICT antara Pelindo II dengan HPH secara defacto sudah selesai. Saat ini tinggal menunggu penyelesaian secara de jure. Lino juga mengklaim bila keputusan perpanjangan konsesi JICT telah benar. Dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, dia bilang bila JICT dikelola sendiri maka akan menimbulkan kerugian. Kapasitas daya tampung peti kemas juga akan menurun. Lino sendiri merasa sangat kecewa dengan proses di Pansus Pelindi II. "Menurut saya Pansus ini tidak fair. Bicara sedikit dipotong," kata Lino. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto