Papan Pemantauan Khusus Baru BEI Menuai Kontroversi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah sepekan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengimplementasikan Papan Pemantauan Khusus Tahap II (full periodic call auction). Baru sepekan, implementasi kebijakan baru ini menuai kontroversi.

Bahkan, ada petisi untuk menghapus skema full periodic call auction ini. Pada dasarnya, sang pembuat petisi merasa ketentuan order book yang kosong mirip seperti judi. Hingga Senin (1/4) pukul 00:30 WIB, petisi ini sudah ditandatangani oleh 10.196 orang. 

BEI menyebut ada potensi peninjauan ulang atas implementasi alias post implementation review skema full periodic call auction di Papan Pemantauan Khusus. 


Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy menuturkan semua usulan soal pembukaan kembali kolom order book atau usulan lainnya akan ditampung oleh BEI. 

"Kemungkinan ada potensi (dibuka kembali) tetapi tidak janji. BEI akan melihat kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan perbaikan," ucap Irvan, Rabu (27/3). 

Tetapi, peninjauan ulang ini tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, mengingat implementasi full periodic call auction ini baru berlangsung dalam hitungan hari.

"Kami akan review minimal dalam tiga bulan ke depan. Kami mendapatkan apa yang ada di market, tapi tolong kasih kami waktu untuk menyerap," ujar Irvan. 

Baca Juga: Implementasi IEV dan IEP Dinilai Bisa Redam Pembentukan Harga Saham Tak Wajar

Apa itu Papan Pemantauan Khusus?

Papan Pemantauan Khusus Tahap II (full periodic call auction) dimulai pada Senin (25/3) menyusul implementasi Papan Pemantauan Khusus Tahap I (hybrid call auction) yang telah berjalan sejak 12 Juni 2023.

BEI menyebutkan bahwa Papan Pemantauan Khusus bertujuan untuk meningkatkan likuiditas saham dengan kondisi tertentu untuk meningkatkan perlindungan investor. 

Pada tahap pertama (hybrid call auction), hanya saham kurang likuid yang dapat diperdagangkan secara periodic call auction dengan dua sesi dalam satu hari dengan harga minimum Rp 1. Sedangkan saham dengan kriteria lainnya masih dapat diperdagangkan dengan mekanisme continuous auction dengan auto rejection 10% dan harga minimum Rp 50 per saham. 

Pada penerapan Papan Pemantauan Khusus Tahap II, semua saham di Papan Pemantauan Khusus akan ditransaksikan secara call auction dengan lima sesi per hari dengan auto rejection 10% dan harga minimum Rp 1 per saham.

Baca Juga: BEI Ketentuan Evaluasi Indeks LQ45, IDX30 dan IDX80, Simak Perubahannya!

Sekadar mengingatkan, ini 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus:

  1. Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp 51
  2. Laporan keuangan auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer)
  3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada laporan keuangan auditan dan/atau laporan keuangan interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya
  4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari bisnis inti hingga tahun buku keempat sejak tercatat di BEI
  5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir;
  6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float)
  7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction
  8. Perusahaan tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian;
  9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian;
  10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan;
  11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.
Baca Juga: BEI Bakal Review Aturan Papan Pemantauan Khusus, Sinyal Order Book Bakal Dibuka?

Mekanisme Transaksi

Irvan mengatakan, mekanisme call auction kurang lebih sama dengan yang sudah terjadi di sesi pre-closing dan pre-opening. Singkatnya, investor akan melakukan order beli atau jual di harga bid/ask tertentu yang akan dikumpulkan dan diperjumpakan (match) di selang waktu tertentu.

Tapi secara otomatis, perdagangan akan dilakukan dengan blinded order book. Artinya, investor tidak bisa melihat kolom ask and bid selama perdagangan berlangsung.

"Tetapi kami memberikan indikasi melalui indicative equilibrium volume (IEV) dan indicative equilibrium price (IEP) yang bisa diperhatikan investor," ucap Ivan pekan lalu.

Pada tahap full periodic call auction, sesi perdagangan dibagi menjadi lima sesi. Ambil contoh begini, misalnya investor A membeli saham ABCD yang merupakan penghuni papan pemantauan khusus. Investor A bid di harga Rp 50. Bid investor A akan ditampung terlebih dahulu di fase pengumpulan order. Di tahap ini, sistem BEI akan menggabungkan pesanan yang ada, kemudian melakukan akumulasi pesanan yang masuk.

Lalu, sistem akan mengurutkan pesanan dari harga tertinggi hingga terendah sambil melakukan akumulasi volume pada masing-masing harga. Pada tahap closing random, transaksi akan berhenti dan kemudian masuk fase mencocokkan order. Ada beberapa algoritma yang ditetapkan sistem bursa untuk membentuk harga saham.

Sistem akan membentuk harga pada volume terbanyak yang ditemukan sistem. Jika tidak ada, maka harga yang terbentuk akan menggunakan selisih dari akumulasi volume order beli maupun jual yang terkecil.

Baca Juga: BEI Godok Aturan Liquidity Provider untuk Papan Pemantauan Khusus

Efek Papan Baru ke Saham

Setelah implementasi skema perdagangan baru ini, mayoritas saham-saham yang berada di papan pemantauan khusus berguguran. Dalam catatan Kontan, dari 220 saham ada 105 saham yang ambles pada perdagangan Kamis (28/3). 

Saham PT Megalestari Epack Sentosaraya Tbk (EPAC) dan PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) yang masing-masing ambles 20% dalam sehari. Kini harga saham EPAC dan DADA berada di level Rp 4. 

Praska Putrantyo, Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo menilai volatilitas yang terjadi di pasar, terutama pada saham di papan pemantauan khusus karena psikologis pelaku pasar belum bisa mengikuti. 

"Karena tadinya yang hanya mentok di Rp 50 per saham, sekarang karena papan pemantauan khusus harga sahamnya di turun sampai Rp 1 per saham," kata dia kepada Kontan.co.id, Minggu (31/3). 

Ini membuat psikologis investor menjadi ketakutan dan berpikir kalau harga saham yang masuk ke papan pemantauan khusus akan langsung anjlok di Rp 1. Padahal, perubahan harga akan terjadi bertahap. 

Praska mengatakan karena itu juga, investor yang tadinya nyangkut di saham gocapan akhirnya berbondong-bondong untuk berjualan. Menurut dia, menjual saham di pasar nego bukan hal yang mudah. 

"Ini yang menjadi tantangan bagi pasar dengan adanya periodic call auction membuat harga saham lebih tertekan dan membuat volatilitas tinggi. Ini mengganggu psikologi trading," tandasnya. 

Baca Juga: Simak Skema Baru Perdagangan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

Para pelaku pasar juga menyoal kurangnya sosialisasi mekanisme baru ini ke investor. Pengamat pasar modal dan mantan Direktur Utama BEI Hasan Zein Mahmud mengatakan, secara teknis, harga saham yang sudah di bawah Rp 10 akan menyulitkan transaksi jika dilakukan dengan continuous auction.

Hasan menilai penerapan periodic call auction memang bukan salah satu cara yang ampuh untuk transaksi saham-saham di bawah gocap, tetapi langkah ini dinilai lebih praktis.

"Tapi yang paling penting adalah bursa dan otoritas seharusnya mengetatkan penyaringan emiten. Jangan semua sampah dimasukkan," katanya. Lagi-lagi, tetap investor yang diminta harus selalu waspada dalam pemilihan saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati