Paparan ekosistem start up lokal 2018



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Berkarya Institute bekerja sama dengan Natio Cultus, perusahaan konsultan strategi bisnis, merilis laporan ekosistem start up di Indonesia.

Ilham Habibie, Ketua Berkarya Institute optimistis, setelah melihat potensi dan hambatan yang perlu diperhatikan bagi para pemangku kepentingan, maka perkembangan start up lokal ke depan bisa positif.

Dalam laporan perdana Berkarya Institute, Ilham menyampaikan garis besar potensi dan hambatan perkembangan start up ke depannya.


“Faktanya di Indonesia banyak sekali masyarakat masih asing dengan teknologi, kita harus terus berusaha mendekatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, bukan lagi melihat teknologi sebagai ancaman melainkan ini adalah peluang untuk berinovasi. Saat ini, tanpa melibatkan teknologi, sulit menciptakan inovasi,” kata Ilham dalam acara Startup Ecosystem in Indonesia di kawasan Mega Kuningan, Rabu (8/8).

Laporan ini merupakan hasil riset dari 2.274 startup yang terkumpul dalam 12 “Get Funded” workshops di 22 provinsi, 63 kota di Indonesia dan berjalan sejak Januari hingga Mei 2018.

Dalam laporan Berkarya Institute, persebaran startup berdasarkan demografi menunjukkan 95% dari total start up berasal dari 8 provinsi teratas seperti DKI Jakarta 25%, Jawa Barat 21%, Jawa Timur 19%, Sumatera Barat 10%, Kepulauan Riau 7%, DI Yogyakarta 6%, Bali 4%, Jawa Tengah 4%.

Sedangkan berdasarkan kota, riset menunjukkan 7 kota teratas seperti Jakarta 24%, Bandung 18% dan Surabaya 15% menjadikan ketiganya memiliki porsi 57% dari total start up di Indonesia. Disusul kota Padang 8%, Batam 6%, Yogyakarta 6%, Denpasar 4%.

Nalin Singh, penulis buku “Get Funded Now” mengungkapkan bahwa adanya gap antara dua ekosistem startup di Indonesia. Kelompok pertama, terdiri dari kota-kota yang cukup matang seperti Jakarta, Denpasar, Yogyakarta dan Surabaya merupakan kota yang menjadi pusat start up layanan teknologi informasi.

Sedangkan kelompok kedua, terdiri dari kota-kota seperti Padang, Batam dan Bandung memiliki porsi besar untuk berkembangnya perusahaan yang bergerak di industri makanan dan kuliner serta pakaian dan ritel.

Nalin mengungkapkan, kondisi startup Indonesia saat ini mirip dengan kondisi India pada tahun 2008.

“Bisnis berkorelasi dengan teknologi, ini yang menjadi tantangan ketika start up Indonesia tidak banyak melibatkan teknologi. Di sini ada peluang yang dapat dimanfaatkan seperti meningkatnya infrastruktur teknologi dan telekomunikasi. Dalam sepuluh tahun, Indonesia bisa menjadi negara kaya jika memanfaatkan teknologi ini sekaligus terhubung dengan mudahnya regulasi, kualitas SDM, serta ekosistem investor yang mendukung,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa rata-rata 90% start up mengalami kegagalan untuk scale up lantaran SDM yang tidak kompeten. Hal ini diakuinya tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di Amerika, Eropa, India, China dan negara-negara lain.

Penyebab utamanya ternyata bukan melulu persoalan  dana yang menjadi kunci start up untuk bisa berkembang. Namun juga SDM yang memiliki kualifikasi.

“Nyatanya, kita kekurangan ahli dibidang IT, engineer yang bisa mengembangkan startup. Itu masalah utama. Lantas solusinya tidak bisa instan seperti mencetak lulusan perguruan tinggi di bidang IT. Yang dibutuhkan adalah mereka yang ahli IT dengan banyak pengalaman,” pungkasnya.

Berikut ini laporan penting hasil riset Berkarya Institute terkait ekosistem startup di Indonesia: • Delapan provinsi teratas memiliki 95% startup dari total startup nasional • Startup non-tech masih mendominasi, hanya sekitar 12% dari sampel merupakan startup yang terkait dengan teknologi. • 25% persentase tartup ecommerce yang terkait dengan teknologi • Trend teknologi yang secara global sedang digandrungi seperti machine learning, natural language programming, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan robotika hampir tidak ada • Hal yang sama juga terjadi pada sektor Medical technology, Educational Technology dan Agricultural technology kehadirannya sangat rendah. • Financial technology memiliki persentase 18% • Di luar sektor kuliner, hanya 9% perusahaan dengan orientasi produk memiliki produk sendiri serta nama merek • 69% pendiri startup merupakan lulusan pasca sarjana atau lebih tinggi • 57% pendiri startup berusia di bawah 30 tahun • 72% perusahaan memiliki permintaan investasi kurang dari Rp 500 juta (USD 35.000) • 82% perusahaan bersumber dari pendanaan individu, teman hingga keluarga • Startup di bidang makanan dan kuliner menjadi sektor paling besar di bidang industri yakni sebesar 31% dalam rumpun klasifikasi industri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon