KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah akademisi mendorong lahirnya lembaga kajian diskusi yang bisa menjadi pusat studi BUMN sebagia media berdiskusi, bertukar informasi dan pentetahuan dalam mendukung tata kelala BUMN yang profesional. Dalam hal ini membuka peluang kolaborasi BUMN dan dunia akademis. Pasalnya, BUMN merupakan salah pilar penting dari negara yang keberadaan dan perannya turut memengaruhi pencapaian tujuan bernegara yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal itu terungkap dalam diskusi online sejumlah akademisi lintas kampus dalam membahas Tata kelola BUMN dan kepemimpinan Menteri Erick Thohir selama kurang lebih delapan bulan terakhir.
Dr. Mursalim Nohong, M,Si dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin berpandangan, program restrukturisasi manajerial BUMN yang dilakukan saat ini merupakan proyek jangka panjang yang tentu tidak bisa selesai dalam satu periode menteri sekaligus langkah awal dari sebuah kerangka milestones memperbaiki kondisi internal perusahaan-perusahaan plat merah untuk mewujudkan BUMN yang bernilai bagi pemangku kepentingan.
Baca Juga: Hipmi: Sektor agribisnis belum mendapat stimulus yang cepat dan tepat "Saya memberi semacam challenge kepada Menteri Erick Thohir agar restrukturisasi manajerial sekaligus memandatory struktur (Direksi dan Komisaris) yang terbentuk untuk secara bersama bergerak menuju BUMN pencipta nilai. Prinsip kerjanya adalah tetap mengedepankan profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran yang dibangun dalam mendorong perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yakni sistem ekonomi yang mengedepankan kerakyatatan dan kebangsaan," ujar ujar Mursalim dalam keterangannya, Senin (20/6) Sedangkan akademisi dari Universitas Negeri Jember, Dr. Hari Sukarno,MM menyarankan kalau perlu dalam situasi pandemi Covid-19 seperti ini, Erick Thohir tidak sekedar melakukan inovasi dan kreatif tapi mulai berani melakukan akrobatik (out of the box) dalam menata BUMN yang penting memastikan bahwa tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat tercapai. "Menteri Erick Thohir perlu mengedepankan soal kinerja dalam mengganti seorang Direksi BUMN. Jika melihat kinerjanya bagus dan trend-nya naik maka sebaiknya Direktur yang bersangkutan dipertahankan. Namun sebaliknya, jika muncul tanda-tanda yang mengarah pada kinerja mulai decline maka sebaiknya segera diganti agar BUMN tidak collaps lebih dulu baru diganti. Selain itu, rencana untuk merampingkan klaster BUMN dari 27 menjadi 12 klaster tidak serta-merta diartikan sebagai merger ataupun holding company tapi lebih pada orientasi mutualism symbiosis antar BUMN," papar Dr Hari Sukarno.
Baca Juga: Sebelum Kemenkes & Kemensos, Jokowi juga pernah marah ke menteri-menteri ini Akademisi dari FEB-UNS Solo, Hery Sulstio melihat ada dua hal yang mesti menjadi frame dalam menata BUMN yakni pertama, aspek Makro tentang Good Governance Kebijakan Pengelolaan BUMN dan kedua, aspek Mikro tentang Good Corporate Governance BUMN.
"Oleh karena itu, ketika Menyusun peta jalan restrukturisasi, penting bagi Kementrian BUMN untuk melakukan sinkronisasi antara prinsip Good Governance Kebijakan Pengelolaan BUMN dan praktik Good Corporate Governance setiap BUMN, sehingga lima tujuan pengelolaan BUMN (pasal 2 UU BUMN) dapat tercapai secara proporsional sesuai dengan karakteristik industri dan perusahaan," paparnya. Akademisi dari FEB-Unsyiah, Fakhruddin menyarankan restrukturisasi peran BUMN harus mampu menghadirkan negara di dalam kehidupan masyarakat. Peran negara dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan dapat dilakukan melalui kegiatan usaha BUMN. "Pada saat yang sama, BUMN harus mampu menyeimbangkan peran tersebut dengan kebutuhan menghasilkan keuntungan usaha," tambahnya. Luthfi Nur Rosyidi, SE,MM, Ph.D Cand. dari FEB Unair melihat bahwa pemilihan bidang bisnis yang ditangani oleh BUMN harus mendapatkan perhatian utama. Laskap bisnis berubah semakin cepat, banyak BUMN yang didirikan untuk bergerak dalam satu bidang bisnis yang sekarang sudah tidak relevan lagi.
Editor: Noverius Laoli