JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta lebih mandiri dalam menjalankan bisnisnya dan tidak terhambat oleh intervensi politik. Dengan begitu aksi korporasi yang dirancang bisa berhasil meningkatkan kontribusi bagi perekonomian. Hal tersebut diungkapkan, pengamat politik ekonomi dari Universitas Tirtayasa Serang, Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurutnya, sebaiknya parlemen tidak terlalu mencampuri aksi korporasi yang berhubungan dengan managerial perusahaan BUMN dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha atau kelembagaan. “Karena parlemen bisa mengganggu perbaikan kinerja BUMN itu," kata Dahnil di Jakarta, Rabu (28/4). Menurutnya, parlemen memang punya hak atau tugas pengawasan. Termasuk mengawasi kebijakan pemerintah yang terkait dengan BUMN. Namun, jika mencampuri terlalu jauh urusan BUMN hingga ke hal-hal teknis akan memunculkan syakwasangka di publik. Sebelumnya, DPR menolak rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Bank Mandiri sebesar Rp 5,6 triliun, dengan alasan tidak layak. Padahal Bank Mandiri dalam rencana kerjanya dana PMN diharapkan dapat menambah modal agar masuk menjadi Qualified Asean Bank (QAB), dengan begitu bank ini lebih leluasa berekspansi ke negara-negara Asean mewakili Indonesia dalam pasar bebas Asean (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA) di sektor perbankan. Djakarta Lloyd juga mengalami hal yang sama di mana rencana PMN sebesar Rp 350 miliar ditolak terkait dengan kondisi perusahaan, di mana saham pemerintah hanya tersisa sekitar 29%. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) juga gagal mendapatkan PMN sebesar Rp 250 miliar. Padahal PMN rencananya akan melakukan revitaliasi pabrik gula dan intensifikasi perkebunan. Terakhir, parlemen juga menolak rencana tukar guling saham (share swap) antara Telkom dengan Tower bersama dalam rangka monetisasi anak usaha operator itu di bisnis menara. Padahal, jika aksi korporasi itu terealisasi, Telkom bisa menjelma menjadi salah satu pemain besar di bisnis menara karena memiliki potensi menguasai mayoritas saham di Tower Bersama. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Parlemen diminta tak intervensi bisnis BUMN
JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta lebih mandiri dalam menjalankan bisnisnya dan tidak terhambat oleh intervensi politik. Dengan begitu aksi korporasi yang dirancang bisa berhasil meningkatkan kontribusi bagi perekonomian. Hal tersebut diungkapkan, pengamat politik ekonomi dari Universitas Tirtayasa Serang, Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurutnya, sebaiknya parlemen tidak terlalu mencampuri aksi korporasi yang berhubungan dengan managerial perusahaan BUMN dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha atau kelembagaan. “Karena parlemen bisa mengganggu perbaikan kinerja BUMN itu," kata Dahnil di Jakarta, Rabu (28/4). Menurutnya, parlemen memang punya hak atau tugas pengawasan. Termasuk mengawasi kebijakan pemerintah yang terkait dengan BUMN. Namun, jika mencampuri terlalu jauh urusan BUMN hingga ke hal-hal teknis akan memunculkan syakwasangka di publik. Sebelumnya, DPR menolak rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Bank Mandiri sebesar Rp 5,6 triliun, dengan alasan tidak layak. Padahal Bank Mandiri dalam rencana kerjanya dana PMN diharapkan dapat menambah modal agar masuk menjadi Qualified Asean Bank (QAB), dengan begitu bank ini lebih leluasa berekspansi ke negara-negara Asean mewakili Indonesia dalam pasar bebas Asean (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA) di sektor perbankan. Djakarta Lloyd juga mengalami hal yang sama di mana rencana PMN sebesar Rp 350 miliar ditolak terkait dengan kondisi perusahaan, di mana saham pemerintah hanya tersisa sekitar 29%. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) juga gagal mendapatkan PMN sebesar Rp 250 miliar. Padahal PMN rencananya akan melakukan revitaliasi pabrik gula dan intensifikasi perkebunan. Terakhir, parlemen juga menolak rencana tukar guling saham (share swap) antara Telkom dengan Tower bersama dalam rangka monetisasi anak usaha operator itu di bisnis menara. Padahal, jika aksi korporasi itu terealisasi, Telkom bisa menjelma menjadi salah satu pemain besar di bisnis menara karena memiliki potensi menguasai mayoritas saham di Tower Bersama. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News