Di kancah bisnis, nama Hashim Djojohadikusumo sudah tak asing lagi. Putra bungsu begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini masuk daftar salah seorang pengusaha papan atas Indonesia. Hashim adalah pemilik konglomerasi Arsari Group dengan gurita bisnis mulai dari tambang hingga perkebunan. Kekayaan pria ini ditaksir bernilai sekitar US$ 850 juta atau sekitar Rp 8,5 triliun. Memang, menjadi kaya raya dengan kekayaan melimpah sudah menjadi impian Hashim sejak muda. "Ketika muda saya ingin menjadi orang yang memiliki kestabilan keuangan atau kata lain kaya. Keluarga saya berkecukupan, namun saya ingin lebih dari itu sehingga saya menjadi pebisnis," kata Hashim dalam surat elektronik kepada KONTAN beberapa waktu lalu.
Hashim menuturkan, bila dirinya tidak terjun ke bisnis, kemungkinan besar ia akan mengikuti jejak sang kakak, Prabowo Subianto di dunia militer. Kebetulan, sejak kecil ia memang sudah menyukai dunia militer. Ia mengaku, sejak kanak-kanak suka membaca sejarah militer. Dalam hal permainan di kala kecil, ia juga suka permainan militer. "Waktu kecil saya suka main permainan militer atau war game yang sejenis board game. Ada juga avalon hill, tapi bukan catur," ujarnya. Permainan militer ini selalu melibatkan kakaknya, Prabowo. "Ada salah satu favorit kami dalam permainan itu, yakni tactics two," ujar Hashim, mengenang. Usia kedua putra Sumitro ini memang tidak terpaut jauh. Prabowo lebih tua tiga tahun ketimbang Hashim. Usia Hashim sendiri saat ini mau menginjak 60 tahun. Namun, keinginannya masuk militer pupus seiring dengan bertambahnya wawasan yang dimilikinya. Sejak kecil ia memang sudah mengenyam pendidikan di luar negeri. Sejak SMP, Hashim telah mengenyam pendidikan di London. Ia lalu melanjutkan jenjang SMA di Singapura dan masa kuliah di Amerika, tepatnya Pmonona College, Claremont University dengan jurusan ilmu sosial dan politik. Menurutnya, pendidikan yang didapatnya di Amerika dan Inggris sangat membantu membentuk dirinya menjadi seorang pebisnis. Soalnya, sistem pendidikan di sana merangsang pelajar untuk berpikir lebih kreatif. "Sistem pendidikan Amerika dan Inggris merangsang siswa untuk bertanya dan jangan hanya menerima saja yang diberikan," ujarnya. Hashim mengaku, sudah tidak kaget dengan sistem pendidikan yang terbuka itu. Soalnya, sejak kecil ayahnya selalu merangsang anak-anaknya untuk berdiskusi dan berdebat. "Orang tua saya terutama ayah saya, Pak Sumitro, selalu merangsang kami untuk bertanya terutama karena beliau kan dulu seorang profesor yang dididik di Belanda sebelum Perang Dunia II," ujarnya. Keinginan Hashim terjun ke dunia bisnis makin kuat setelah ia duduk di bangku kuliah. Makanya, selain mengambil jurusan ilmu sosial dan politik, ia juga mengambil beberapa kursus akuntansi dan bisnis. "Karena saya mengambil Liberal Arts College saya bisa memilih tambahan-tambahan yang saya inginkan. Saya memperoleh banyak keuntungan dengan menjadi kurang lebih seorang generalis dalam banyak hal dan spesialis dalam bisnis," cetusnya. Kiprah di dunia bisnis Lulus kuliah pada 1976, Hashim langsung magang di di Lazard Freres Et Cie di Paris, Prancis. Di bank investasi ini Hashim menimba pengalaman di bidang keuangan. Setahun berikutnya, bapaknya Soemitro, pensiun dari jabatan menterinya, yakni pada awal 1978. Hashim pun pulang ke Tanah Air. Ketika itu, ia langsung menduduki jabatan direktur di Indo Consult. Ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi manajemen yang didirikan ayahnya. Ketika itu usia Hasim masih sangat muda, masih sekitar 24 tahun. Dua tahun setelah itu, Hashim mulai merintis usaha di sektor perdagangan lewat perusahaan yang didirikannya, PT Era Persada. Dari situ, kiprahnya di dunia bisnis terus berlanjut hingga sekarang. "Di usia 30-an tahun, saya memulai bisnis internasional. Saya berbisnis ke Rusia, negara-negara Arab, Myanmar, Vietnam dan banyak lagi," ujarnya.Tak hanya itu, ia juga belajar sejarah lokal dan mengerti budaya bisnis negara yang disinggahinya. "Kita tidak akan bisa melakukan itu dan maju apabila kita tidak punya keinginan untuk menjadi lebih baik dan melakukan lebih banyak," kata Hashim. Berdasarkan riset KONTAN, debutnya di dunia bisnis makin kencang ketika ia merambah industri semen pada 1988. Grup Tirtamas, PT Tirta Mas, kelompok usaha yang didirikannya tak segan-segan mengucurkan dana yang cukup besar untuk mengambil alih saham mayoritas PT Semen Cibinong. Kiprahnya di industri semen terus berlanjut dengan mengakuisisi PT Semen Nusantara Cilacap pada 1993. Dua tahun berikutnya ia mengambil alih PT Semen Dwima Agung, perusahaan semen yang belum beroperasi tapi punya 800 hektare lahan di tuban, Jawa Timur. Pilihannya masuk bisnis semen bukan tanpa perhitungan. Sebagai komoditas dasar, Hashim sangat yakin semen akan dibutuhkan banyak orang. Nyatanya, belum genap tiga tahun Hashim terjun ke industri ini, krisis pasokan semen sudah merebak nyaris di seluruh pelosok negeri ini. Alhasil, dari bisnis semen ini, ia sukses menambah pundi-pundi kekayaannya. Roda-roda usahanya terus bergerak dengan merambah sektor-sektor lain. Lewat PT Tunasmas Paduarta, salah satu anak perusahaan Grup Tirta Mas, Hashim merambah bisnis perbankan dengan mengambil alih Bank Niaga pada 1997. Sebelumnya, tahun 1995, Hashim pun melakukan langkah yang hampir serupa, yakni mengambil alih 19,8% saham (senilai Rp 66 miliar lebih) milik pengusaha Yopie Wijaya di Bank Papan Sejahtera. Selain itu, ia juga memiliki masing-masing 100% saham di Bank Pelita dan Bank Kredit Asia. Geliat bisnis Hashim terus merangsek ke sejumlah sektor lain. Cakupannya tak cuma di sektor perbankan dan industri semen. Tercatat ada puluhan jenis usahanya. Mulai dari sektor perdagangan hingga ke industri migas (lihat tabel). Langkah bisnis Hashim tak cuma merebak di dalam negeri, tapi juga hingga ke mancanegara. Mulai dari beberapa negara di kawasan Indocina (Vietnam dan Myanmar), hingga ke kawasan Eropa Timur. Misalnya, gebrakannya lewat PT Tirtamas Comexindo, yang didirikannya sejak 1986. Perdagangan yang dilakukan lewat perusahaan ini bahkan meliputi lebih dari 18 negara. Namun, sebagaimana pebisnis lainnya, Hashim juga sempat mengalami kegagalan. Ketika Indonesia diterpa oleh krisis moneter, tepatnya di sekitar tahun 1998, banyak sekali usaha Hashim yang bangkrut. Keputusan dramatis pun diambilnya. Ia memilih untuk pergi ke Inggris dan menjalankan bisnisnya di sana. Kendati berat meninggalkan Tanah Air, namun insting bisnisnya menunjukkan hasil. Bisnisnya semakin maju dan semakin tersebar di mana-mana. Setelah 9 tahun menetap di Inggris, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan bahkan menyelamatkan perusahaan milik Prabowo, yakni PT Kiani Kertas yang berutang Rp 1,9 trilliun di Bank Mandiri. Perusahaan tersebut kini telah menjadi miliknya seutuhnya. Sebelum itu, Hashim menjual perusahaan minyaknya di Kazakhtan, Nations Energy kepada perusahaan China, Citic Group senilai US$ 1,91 miliar. Selain menyelamatkan Kiani, Hashim juga berhasil menguasai konsesi lahan hutan seluas 97 hektare di Aceh Tengah. Itu kemudian mendorongnya untuk terus memperluas jaringan bisnisnya hingga memiliki 3 juta hektar perkebunan, konsesi hutan, tambang batubara, dan ladang migas di Aceh hingga ke Papua.
Kunci sukses Hashim cukup sederhana: menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris dan China.Dua bahasa itu merupakan bahasa yang sangat dasar di dunia bisnis. "Dulu mungkin bahasa Jepang, tapi dengan bangkitnya China maka bahasa Inggris dan China adalah bahasa paling dasar yang harus dikuasai bila ingin berbisnis," ujarnya. Selain itu, seorang pebisnis juga harus menghargai waktu. "Tepat waktu adalah syarat mutlak. Dengan tepat waktu orang akan lebih menghargai kita," pesannya. Tak kalah pentingnya adalah belajar pengetahuan dasar bisnis, seperti akutansi dan pembukuan. Menurutnya, pebisnis harus tahu apakah bisnis itu akan menghasilkan untung atau merugi. "Dasar saja, namun penting untuk mengerti itu," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri