Pasar anjlok, OJK memantau RBC asuransi



JAKARTA. Gejolak pasar modal yang terjadi selama dua pekan terakhir, menyebabkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) was-was. Gejolak ini bisa membuat investasi industri asuransi anjlok, sehingga menggerus rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) asuransi.

Hal ini bisa menjadi masalah. Dalam empat bulan mendatang, OJK mewajibkan semua perusahaan asuransi memiliki RBC sebesar 120%. Jika RBC di bawah 120%, OJK akan mengategorikan sebagai perusahaan asuransi bermasalah.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Dharmansyah Hadad, mengatakan regulator perlu memastikan kondisi keuangan internal asuransi aman.  Saat ini OJK menemukan ada beberapa asuransi yang mengalami penurunan RBC. "Kami ingin pelaku asuransi memastikan liabilitas mereka terjaga," ujar mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia ini, Kamis (29/8).


Guna mewaspadai penurunan RBC karena gejolak pasar, OJK meminta asuransi melakukan beberapa evaluasi. Pertama, memastikan pengelolaan dana lewat manajer investasi (MI) yang profesional.

Kedua, fokus pengelolaan risiko dan membangun kapasitas internal agar tidak tergoncang. Ketiga, memaksimalkan peranan teknologi  informasi (TI), dengan mengandeng perusahaan telekomunikasi demi mempercepat respon kondisi pasar saat ini.

OJK juga berencana agar pelaku asuransi melaporkan keuangan mereka setiap bulan. Sebelumnya laporan keuangan disampaikan setiap kuartal.

Mengalihkan investasi

Firdaus Djaelani, Deputi Komisioner dan Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, menambahkan penurunan RBC banyak terjadi di perusahaan asuransi jiwa. Sayang, mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini tidak bersedia menyebutkan identitas asuransi tersebut.

Firdaus menambahkan, jika kondisi ini terus berlanjut bisa mempengaruhi bisnis dan industri asuransi. Bila itu terjadi, OJK berjanji akan turun gunung. "Sementara ini masih kondusif, solvabilitas asuransi masih bagus. Jika ada kondisi mendesak, kami akan melakukan relaksasi sejumlah aturan," kata Firdaus.

Seperti diketahui, beberapa perusahaan asuransi memang memiliki permodalan mepet. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri misalnya, memiliki RBC sebesar 170%. Itu sebabnya, anak usaha Pertamina ini akan meminta tambahan modal dari pemegang saham. Lalu Asuransi Jaya Proteksi (Japro) Takaful memiliki RBC 50%. Regulator mematok RBC minimal asuransi syariah 15%. 

Terkait dengan pasar yang gonjang-ganjing, asuransi bisa mengalihkan investasi ke perbankan, sehingga potensi penurunan RBC akibat anjloknya investasi bisa dikompensasi. Terlebij Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan BI rate menjadi 7%. Kebijakan ini berpotensi mengerek bunga deposito.

Yudha Pratama, Direktur Utama Japro Takaful, mengatakan, hasil investasi perusahaannya bisa naik 36% tiap bulan dengan kenaikan bunga deposito. Maklum, 90% dana Japro Takaful di deposito. "Bunga deposito yang kami dapat 6%-7,5%," ujar Yudha.         n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: