KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri baja memperkuat daya saingnya dengan meminimalisir importasi baja
hot rolled plate (HR) yang membanjiri pasar dalam negeri. Sejauh ini tingkat utilisasi produsen baja dalam negeri khususnya
hot rolled plate/HR Plate masih di bawah 50% Dihimpun dari data
The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) pada tahun 2018, jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton dan di semester I 2019 masih terus mengalami peningkatan. Berdasar Badan Pusat Statistik (2018), komoditas besi dan baja tercatat sebagai komoditi impor terbesar ke-3, yaitu sebesar 6,45% dari total importasi dengan nilai US$ 10,25 miliar.
Chairman Asosiasi Besi dan Baja Nasional (
The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA), Silmy Karim mengungkapkan pemerintah telah mendukung upaya asosiasi menanggulangi membanjirnya produk baja impor yang masuk ke pasar dalam negeri. "Khususnya dengan praktek
unfair trade (dumping) melalui penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard)," katanya. Selain itu, pemerintah juga telah memberikan dukungan melalui investasi pengembangan fasilitas produksi baja di Indonesia. Terkait praktik dumping, produsen HR Plate nasional saat ini tengah melakukan upaya perpanjangan/Sunset Review atas pengenaan BMAD HR Plate dari Negara Republik Rakyat Tiongkok, Singapura, dan Ukraina. Berdasarkan Laporan Akhir Hasil Penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), ketiga negara tersebut terbukti masih melakukan praktek dumping dalam importasi produk HR Plate. KADI merekomendasikan perpanjangan atas kasus ini selama 5 tahun dengan nilai BMAD atas RRT adalah 10,47%, Ukraina 12,33%, dan Singapura 12,50%. Saat ini, proses perpanjangan tersebut, masih dalam tahap menunggu penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Diharapkan, penetapan tersebut dapat segera dilakukan tanpa pengecualian, termasuk pengenaan BMAD atas produk plate baja impor yang masuk ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam. Baja impor khususnya produk HR Plate yang masuk melalui Batam tidak dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 50/PMK.010/2016 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Produk
hot rolled plate (HRP) dari Negara Republik Rakyat Tiongkok, Singapura, dan Ukraina. Padahal, Explanatory Notes WTO Agreement menyatakan bahwa BMAD berlaku di suatu negara termasuk di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Menurut Silmi, langkah yang perlu segera dilakukan atas tindakan perdagangan yang tidak fair tersebut antara lain dengan melakukan revisi atas penjelasan pasal 14 PP No. 10 Tahun 2012, sehingga bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan dapat diberlakukan di wilayah Batam dan wilayah perdagangan bebas lainnya. Selain itu, untuk melindungi pasar baja dalam negeri dari tindakan perdagangan yang tidak adil, penggunaan instrumen
trade remedies (anti dumping, anti subsidi, safeguard) perlu dilakukan secara masif. Tarif
Most Favoured Nation (MFN) produk baja saat ini telah tereduksi dengan tarif
Free Trade Agreement (FTA) sampai dengan 0%. Dukungan dari pemerintah bisa memberikan pengaruh positif terhadap industri baja secara nasional, menciptakan iklim persaingan yang sehat bagi pengusaha baja domestik. Pada akhirnya, bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan, dan mewujudkan kemandirian bangsa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .