JAKARTA. PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) mengakui tengah menghadapi masa sulit lantaran permintaan batubara kokas keras (hard coking) yang diproduksinya tengah menurun. Hal ini memaksa BORN untuk menahan ekspansi produksi, termasuk di antaranya pembelian alat-alat berat baru. "Kami berkeyakinan bahwa penundaan belanja modal untuk peningkatan kapasitas produksi adalah keputusan yang tepat dalam situasi industri saat ini," tulis Kenneth R. Allan, Direktur BORN dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/1) malam. Keputusan tersebut mau tidak mau diambil BORN lantaran harga hard coking coal dunia masih rendah seiring ketimpangan antara pasokan dan permintaan. Anak perusahaan BORN yang memproduksi hard coking coal, PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), sebenarnya masih mendapatkan permintaan dari para pembeli asal China dan negara Asia lainnya. Sayangnya, permintaan tersebut tidak disertai dengan tingkat harga yang menarik bagi BORN. Tak hanya itu, konsumen juga tidak bisa merealisasikan pembelian hard coking coal dalam waktu singkat. Kondisi eksternal tersebut tentunya di luas kuasa BORN. Untuk meminimalisir dampak negatif itu, "kami harus memastikan agar kami dapat melakukan efisiensi biaya," jelas Allan. BORN misalnya akan melakukan beberapa inisiatif untuk menekan nisbah kupas (stripping ratio), mengurangi jarak angkut "overburden", dan efisiensi dalam hal penggunaan bahan bakar di setiap unit produksi.Dengan strategi tersebut, BORN ini memprioritaskan bisnisnya pada kegiatan operasional yang efisien demi mendapatkan margin yang lebih baik. Per September 2013, pendapatan BORN hanya US$ 264,2 juta, terpangkas hampir separuh dari periode sama 2012 yang US$ 509,22 juta. Imbasnya, BORN mesti menanggung rugi US$ 156,97 juta. Padahal pada periode sama 2012, BORN masih meraih laba US$ 61,51 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pasar bearish, BORN menahan ekspansi produksi
JAKARTA. PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) mengakui tengah menghadapi masa sulit lantaran permintaan batubara kokas keras (hard coking) yang diproduksinya tengah menurun. Hal ini memaksa BORN untuk menahan ekspansi produksi, termasuk di antaranya pembelian alat-alat berat baru. "Kami berkeyakinan bahwa penundaan belanja modal untuk peningkatan kapasitas produksi adalah keputusan yang tepat dalam situasi industri saat ini," tulis Kenneth R. Allan, Direktur BORN dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/1) malam. Keputusan tersebut mau tidak mau diambil BORN lantaran harga hard coking coal dunia masih rendah seiring ketimpangan antara pasokan dan permintaan. Anak perusahaan BORN yang memproduksi hard coking coal, PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), sebenarnya masih mendapatkan permintaan dari para pembeli asal China dan negara Asia lainnya. Sayangnya, permintaan tersebut tidak disertai dengan tingkat harga yang menarik bagi BORN. Tak hanya itu, konsumen juga tidak bisa merealisasikan pembelian hard coking coal dalam waktu singkat. Kondisi eksternal tersebut tentunya di luas kuasa BORN. Untuk meminimalisir dampak negatif itu, "kami harus memastikan agar kami dapat melakukan efisiensi biaya," jelas Allan. BORN misalnya akan melakukan beberapa inisiatif untuk menekan nisbah kupas (stripping ratio), mengurangi jarak angkut "overburden", dan efisiensi dalam hal penggunaan bahan bakar di setiap unit produksi.Dengan strategi tersebut, BORN ini memprioritaskan bisnisnya pada kegiatan operasional yang efisien demi mendapatkan margin yang lebih baik. Per September 2013, pendapatan BORN hanya US$ 264,2 juta, terpangkas hampir separuh dari periode sama 2012 yang US$ 509,22 juta. Imbasnya, BORN mesti menanggung rugi US$ 156,97 juta. Padahal pada periode sama 2012, BORN masih meraih laba US$ 61,51 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News