Pasar bebas jadi pertimbangan keluarnya LCGC



JAKARTA. Pemerintah mengatakan meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor dalam negeri akibat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu pertimbangan untuk mengeluarkan kebijakan Low Cost Green Car (LCGC). "Sejalan naiknya pendapat perkapita berdampak meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor akibat bertambahnya kegiatan komersial, industri, serta mobilitas orang dan barang," kata Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Hatta Rajasa dalam pidatonya di sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (19/11). Selain itu, antisipasi persaingan pasar bebas (FTA) ASEAN juga menjadi pertimbangan pemerintah. Sebab, industri otomotif Indonesia dituntut berinovasi menciptakan kendaraan hemat energi dan harga terjangkau untuk keperluan pasar domestik dan ekspor. Hatta menambahkan, negara lain dalam regional FTA seperti Thailand, Malaysia, China, Jepang dan Korea telah memproduksi mobil sejenis LCGC, dan Thailand merupakan sumber pasokan impor mobil CBU (Completely Built Up) terbesar bagi Indonesia. "Saat ini telah memproduksi 2,4 juta kendaraan/ tahun, Thailand sudah memproduksi mobil sejenis LCGC sejumlah 140 ribu dan siap untuk diekspor ke negara ASEAN," ujarnya. Dengan demikian, lanjut Hatta, apabila Indonesia tidak memenuhi permintaan masyarakat dengan produk sejenis dari dalam negeri, maka kemungkinan besar akan terjadi banjir impor kendaraan sejenis ke pasar dalam negeri Indonesia. "Sebaliknya, peluang pasar bebas haruslah dimanfaatkan sehingga produk otomotif yang dibuat dalam negeri harus mampu diekspor, tentu kualitas minimum harus dipenuhi dulu," tandasnya.

Tujuh pertanyaan DPD

Sebelumnya, DPD memberikan tujuh pertanyaan terkait dengan kebijakan mobil LCGC yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pertanyaan pertama yaitu apa pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan mobil LCGC melalui PP Nomor 41 tahun 2013.


Kedua, kebijakan apa yang akan ditempuh untuk mengendalikan kepemilikan kendaraan bermotor khususnya mobil mahal dari masyarakat yang sudah memiliki tetapi terus menambah koleksi kendaraan pribadi.

Ketiga langkah apa yang akan diambil untuk memastikan program mobil murah dapat memenuhi syarat komponen lokal minimal 80%, dan keempat bagaimana Kebijakan mobil murah yang tidak hanya terkesan sebatas kebijakan populis untuk mendorong citra positif pemerintah karena sebenarnya pemerintah belum memiliki blueprint dalam membangun daya saing industri otomotif.

Lalu pertanyaan kelima apakah ada kebijakan khusus pemerintah dibidang infrastruktur dan moda transportasi yang sesuai kebutuhan setempat dan secara ekonomi relatif murah.

Pertanyaan selanjutnya atau yang keenam, DPD menanyakan apakah kebijakan Presiden berupa mobil murah merupakan nama lain dari kebijakan mobil nasional. 

Dan yang terakhir atau ke ketujuh yakni bagaimana penjelasan pemerintah tentang kebijakan mobil murah dapat mendukung dan berkorelasi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan