Pasar belum stabil, penerbitan obligasi global masih berisiko bagi korporasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah dan kondisi pasar obligasi yang belum stabil membuat penerbitan obligasi global atau global bond bagi korporasi menjadi lebih berisiko.

Sekadar contoh, Rabu (8/8) pekan lalu, PT Intiland Development Tbk (DILD) memutuskan untuk menunda sementara rencana penerbitan obligasi global senilai US$ 250 juta. Tak hanya itu, Juli silam PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) juga menunda sementara penerbitan obligasi global senilai US$ 750 juta.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C. Permana menyampaikan, era suku bunga rendah baik di ranah domestik maupun global sudah lewat.


Hal itu membuat sebagian emiten mulai berpikir ulang untuk menerbitkan obligasi global. Sebab, emiten perlu menyiapkan cost of fund yang lebih besar karena tuntutan pemberian kupon yang lebih tinggi dari suku bunga acuan.

Selain itu, emiten juga berhadapan dengan risiko kerugian kurs karena saat ini dollar Amerika Serikat terus menguat terhadap rupiah. Akibatnya, cost of fund dari emiten yang bersangkutan lagi-lagi berpotensi membengkak. Pasalnya kebutuhan akan dollar AS untuk pembayaran kupon akan meningkat.

“Dengan kecenderungan rupiah akan tertekan akibat kenaikan suku bunga acuan AS, pilihan untuk menerbitkan obligasi global masih berisiko,” ujarnya, Rabu (8/8).

Kendati begitu, ia bilang masih ada faktor lain di luar nilai tukar rupiah yang bisa mempengaruhi penerbitan obligasi global, yaitu posisi risiko investasi atau Credit Default Swap (CDS) di Indonesia. Jika CDS Indonesia membaik, investor mancanegara bakal memandang positif obligasi global asal Indonesia.

Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management, Eric Sutedja berpendapat, jika kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia tidak mampu berimbas pada stabilitas rupiah secara berkelanjutan, beban emiten yang akan menerbitkan obligasi global menjadi bertambah.

Kondisi kian pelik jika emiten tersebut memperoleh pendapatan dalam denominasi rupiah sedangkan kupon obligasi yang mesti dibayar berdenominasi dollar AS.

Karena volatilitas pasar obligasi masih bisa meningkat, Eric mengingatkan agar penerbitan obligasi global sebaiknya dilakukan oleh emiten yang benar-benar memiliki kebutuhan pendanaan internal dalam denominasi mata uang asing.

Kemudian, sebaiknya emiten menerbitkan obligasi global jika benar-benar memiliki permintaan dari investor berskala internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto